BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Diperkirakan sekitar 1.800 spesies cacing tanah
tersebar di seluruh dunia. Cacing Tanah (Lumbricucus
terestris) yang terdapat di Indonesia antara lain termasuk ke dalam familia
Enchytracidae, Moniligastridae, Octochaetidae, Glossoscolidiciae,
megascolecidae, danumbricidae sementara geera yang penuh ditemukan antara lain:
Enchytraeus, Frideria, Drawida,
Dichogaster, Pontoscolex, Pheretima, Megascolex, dll.
Dari sekian banyak genera tersebut, Pheretima
dan Pontoscolex merupakan genus yang paling umum ditemukan di Indonesia. Cacing
ini berasal dari asia Tenggara dan menyebar ke daerah tropis lain, subtropics
bahkan sampai ke daerah temperate mempunyai peran penting dalam proses
dekomposisi materi organic, dan bersama-sama dengan hewan tanah lainnya ikut
berperan dalam siklus biogeokimia.
Salah satu ciri dari makhluk hidup
yaitu peka terhadap rangsang, respon
makhluk hidup terhadap lingkungannya. Mampu merespon berbagai impuls
atau stimulus-stimulus yang ada disekitar lingkungannya. Lingkungan memberikan
segala sesuatu yang ada disekitar makhluk hidup dan saling berinteraksi.
Lingkungan sangat berperan penting bagi
semua makhluk hidup. Lingkungan meliputi lingkungan abiotik maupun lingkungan
biotik. Lingkungan abiotik itu sendiri terdiri dari suhu, cahaya matahari,
kelembapan, dan benda-benda mati lainnya yang tidak digunakan sebagai sumber
daya seperti batu, tanah sebagai tempat tinggal sedangkan lingkungan biotik
yaitu manusia, hewan dan tumbuhan (Pratiwi, 2007).
Hewan adalah organisme yang bersifat
motil, artinya dapat berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Gerakannya
disebabkan oleh rangsang-rangsang tertentu yang datang dari
lingkungannya.Jenis-jenis hewan pada umumnya dapat tinggal di suatu lingkungan
hidup yang sesuai dengan ciri-ciri kehidupannya. Jika hewan berjalan atau
berpindah ke tempat lain tidak mengalami perubahan bentuk, kecuali perubahan
sifat-sifat fisiologisnya. Faktor-faktor yang merangsang gerakan hewan adalah
makanan, air, cahaya, suhu, kelembaban, dan lain-lain. Beberapa hewan mampu
menempuh jarak tempuh itu dipengaruhi batas toleransinya untuk merespon perubahan lingkungannya (Melles, 2004).
Gerak pada makhluk hidup dapat
dipengaruhi karena adanya rangsang dari luar atau rangsang dari dalam. Salah
satu contoh gerak pada hewan yang dipengaruhi oleh rangsang dari luar dalam
arti berasal dari stimulus-stimulus makhluk hidup yang ada di lingkungannya
yaitu taksis. Taksis dapat dijumpai pada hewan-hewan invertebrata. Pada
hewan-hewan ivertebrata memiliki suatu reseptor yang peka terhadap rangsang
disekitarnya. Adapun rangsangan atau
stimulus-stimulus yang diterima hewan invertebrata baik itu dalam satu familii
atau ordo bahkan gerak yang diperlihatkan berbeda untuk setiap hewan karena ini dapat dipengaruhi lagi dari faktor
lingkungan dimana hewan tersebut berada fakktor lingkungan abiotik dapat
mempengaruhi seperti suhu, kelembapan dan
cahaya matahari (Melles, 2004).
Beberapa hewan dapat berpindah dengan menempuh jarak
berberapa meter dari tempatnya semula, dan ada juga hewan yang tidak mampu melakukan itu karena ada yang
mempengaruhi yaitu batas toleransi untuk merespon suatu perubahan lingkungan.
Berdasarkan uraian diatas, maka praktikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui
bagaimana respon yang diperlihatkan cacing tanah (Lumbricus terestis) terhadap stimuls yang diberikan.
B. Rumusan
Masalah
Bagaimana
gerak taksis pada cacing tanah berdasarkan jenis stimulus yang diberikan ?
C.
Batasan Masalah
Agar
penelitian ini dapat dilakukan lebih focus/ sempurna dan mendalam maka penulis
memandang permasalahn penelitian yang diangkat perlu dibatasi variabelnya. Oleh
sebab itu, penulis membatasi diri hanya berkaitan dengan gerak taksis pada
cacing tanah yang diberikan stimulus berupa rangsangan ekstrak hati ayam.
Cahaya dan humus. Serta ada juga tanpa pemberian stimulus yaitu sebagian
control yang berfungsi untu membandingkan antara yang diberi perlakuan dan yang
tidak diberi perlakuan.
D.
Tujuan penelitian
Tujuan
penelitian merupakan jawaban atau sasaran yang ingin dicapai penulis dalam
sebuah penelitian. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
gerak taksis pada cacing berdasarkan jenis stimulus yang diberikan.
E.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini diharap memberikan
manfaat yaitu dapat menambah wawasan mengenai teori-teori gerak taksis pada
cacing tanah berdasrkan jenis stimulus yang diberikan termasuk gerak taksis positif
atau gerak taksis negative.
F.
Hipotesis
Ho : Tidak terdapat perbedaan gerak taksis yang
dilakukan oleh cacing tanah (Lumbricus
terestris) antara yang diberikan
perlakuan secara berbeda/ antara yang diberikan stimulus dengan yang tidak
diberikan stimulus.
Hi
: Terdapat perbedaan gerak taksis yang dilakukan oleh cacing tanah (Lumbricus terestris) antara yang diberikan perlakuan secara
berbeda/ antara yang diberikan stimulus dengan yang tidak diberikan stimulus.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
a. Cacing
Tanah
Klasifikasi cacing
tanah
Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Class : Oligochaeta
Ordo : Terricolae
Famili : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus
terestris
Jenis-jenis Cacing
Tanah
Cacing
tanah oleh beberapa praktisi dikelompokan berdasarkan warnanya yaitu kelompok
merah dan kelompok abu-abu. Kelompok warna merah antara lain adalah Lumbricus
rubellus (the red woorm), L. terestris (the night crawler), Eisenia foetida
(the brandling worm), Dendroboena, Perethima dan Perionix. Sedangkan kelompok
abu-abu antara lain jenis Allobopora .Pada dasarnya cacing tanah adalah
organisme saprofit, bukanparasit dan
tidak butuh inang. Ia murni organisme penghancur sampah. Jenis cacing yang umum
dikembangkan di Indonesia adalah L. rubellus. Cacing ini berasal dari Eropa,
ditemukan di dataran tingi Lembang – Bandung oleh Ir. Bambang Sudiarto pada
tahun 1982. Dilihat dari morfologinya, cacing tersebut panjangnya antara 80 –
140 mm. Tubuhnya bersegmen-segmen dengan jumlah antara 85 – 140. Segmentasi
tersebut tidak terlihat jelas dengan mata telanjang. Yang terlihat jelas di
bagian tubuhnya adalah klitelum, terletak antara segmen 26/27 – 32. Klitelum
merupakan organ pembentukan telur. Warna bagian punggung (dorsal) adalah coklat
merah sampai keunguan. Sedangkan warna bagian bawah (ventral) adalah krem. Pada
bagian depan (anterior) terdapat mulut, tak bergigi. Pada bagian belakang
(posterior) terdapat anus.
b. Morgologi
cacing tanah
Morfologi Cacing Tanah (Lumbricus terrestris)
Cacing
tanah (Lumbricus terrestris)
merupakan Ordo Oligochaeta. Oligochaeta (dalam bahasa yunani, oligo = sedikit,
chaetae = rambut kaku) yang merupakan annelida berambut sedikit. Bagian luar
tubuh terdiri atas segmen-segmen yang jumlah dan lebarnya berbeda menurut
spesies, sedangkan cacing tanah memiliki segmen berjumlah 15 – 150 buah.
Bentuk tubuh Lumbricus
terrestris panjang, silindris dan pada ±2/3 bagian posteriornya memipih secara
dorsoventral, Tubuh bersegmen-segmen. Secara morfologis, hewan ini berwarna
merah sampai biru kehijauan pada sisi dorsal. Pada sisi ventral berwarna lebih
pucat, umumnya merah jambu atau atau kadang-kadang putih. Mulut terletak pada
bagian ujung anterior. Pada segmen 32 sampai 37 terdapat penebalan kulit yang
dikenal sebagai klitelium. Clitellum adalah batas bagian depan dengan bagian
belakang tubuh cacing. Fungsi dari clitellum adalah untuk memperbesar lubang
tanah. Selain itu, clitellum juga berkaitan dengan pembentukan cocoon atau
telur cacing. Bagian belakang cacing yang dekat dengan anus disebut periproct.
Periproct berfungsi sebagai organ pembuangan cast atau kotoran. Cacing juga
memiliki seta atau bulu-bulu kecil yang membantu pergerakan cacing dalam tanah.
Pada
setiap segmen terdapat 4 pasang setae, kecuali pada segmen pertama dan terakhir. Pada permukaan
tubuh cacing tanah terdapat lubang-lubang muara yang keluar dari berbagai organ
tubuh, yakni mulut, anus, lubang dari duktus spermatikus, lubang muara dari
oviduk, lubang muara dari reseptakulum seminis, pori dorsales, dan sepasang
nefridiofor pada tiap segmen
c. Ekologi
cacing tanag
Populasi
cacing tanah sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan dimana cacing
tanah itu berada. Lingkungan yang disebut disini adalah totalitas
kondisi-kondisi fisik, kimia, botik dan makanan yang secara bersama-sama dapat
mempengaruhi populasi cacing tanah (Satchell, 1967 dalam John, 2007).
Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap populasi
cacing tanah adalah: kelembaban, suhu, pH tanah, serta vegetasi yang terdapat
disana sebagai berikut:
a. Kelembaban
Kelembaban
sangat berpengaruh terhadap aktifitas pergerakan cacing tanah karena sebagian
tubuhnya terdiri atas air berkisar 75-90 % dari berat tubuhnya. Itulah sebabnya
usaha pencegahan kehilangan air merupakan masalah bagi cacing tanah. Meskipun
demikian cacing tanah masih mampu hidup dalam kondisi kelembaban yang kurang
menguntungkan dengan cara berpindah ketempat yang lebih sesuai atau pun diam.
Lumbricusterretris misalnya, dapat hidup walaupun kehilangan 70 % dari air
tubuhnya. Kekeringan yang lama dan berkelanjutan dapat menurunkan jumlah cacing
tanah. Cacing tanah menyukai kelembaban sekitar 12,5-17,2. Kelembaban yang
ideal untuk cacing tanah adalah antara 15%- 50%, namun kelembaban optimumnya
adalah antara 42%-60%. Kelembaban tanah yang terlalu tinggi atau terlalu basah
dapat menyebabkan cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati.
b. Suhu
Kehidupan
hewan tanah juga ikut ditentukan oleh suhu tanah. Suhu yang ekstrim tinggi atau
rendah dapat mematikan hewan tanah. Disamping itu suhu tanah pada umumnya juga
mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan metabolisme hewan tanah. Tiap spesies
hewan tanah memiliki kisaran suhu optimum .
Bahwa
aktivitas, metabolisme, respirasi serta reproduksi cacing tanah dipengaruhi
oleh temperatur tanah. Temperatur yang optimum di daerah sedang untuk produksi
cacing tanah adalah 16 oC, sedangkan temperatur yang optimal untuk untuk
pertumbuhan cacing tanah adalah 10-20 oC. Di daerah tropika, temperatur tanah
yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon berkisar antara
15-25 oC. Temperatur tanah di atas 25oC masih cocok untuk cacing tanah tetapi
harus diimbangi dengan kelembaban yang memadai.
Kesuburan
cacing tanah di suatu habitat sangat dipengaruhi oleh perbesaran suhu,
contohnya jumlah kokon yang dihasilkan oleh Allolobophora caliginosa dan
beberapa spesies Lumbricus jumlahnya bertambah 4 kali lipat ada kisaran suhu
6-16 oC. Kokon dari Allolobophora chlorotica menetas dalam waktu 36 hari pada
suhu 29 oC, 49 hari pada suhu 15 0C dan 112 hari pada suhu 10 oC bila tersedia
air yang cukup. Suhu yang ekstrim tinggi atau rendah dapat mematikan cacing
tanah. Suhu tanah pada umumnya dapa mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan
metabolisme. Tiap spesies cacing tanah memiliki kisaran suhu optimum tertentu,
contohnya L. Rubellus kisaran suhu optimumnya 15- 18 oC, L. Terrestris kurang
lebih 10 oC, sedangkan kondisi yang sesuai untuk aktivitas cacing tanah
dipermukaan tanah pada waktu malam hari ketika suhu tidak melebihi 10,5 oC
c. pH
Tingkat
keasaman tanah (pH) menentukan besarnya populasi cacing tanah. Cacing tanah
dapat berkembang dengan baik dengan pH netral, atau agak sedikit basah, pH yang
ideal adalah antara 6-7,2. Pada tanah-tanah hutan yang asam, keberadaan cacing
tanah digantikan oleh Enchytraeid yaitu cacing
berukuran kecil yang hanya berfungsi sebagai penghancur seresah.
Enchytraid adalah oligochaeta yang paling kecil berkisar antara 1 mm sampai
beberapa sentimeter saja.
Tanah
yang pH-nya asam dapat mengganggu pertumbuhan dan daya berkembang biak cacing
tanah, karena ketersediaan bahan organik dan unsur hara (pakan) cacing tanah
relatif terbatas. Di samping itu, tanah
dengan pH asam kurang mendukung percepatan proses pembusukan (farmentasi)
bahan-bahan organik. Oleh karena itu, tanah pertanian yang mendapatkan
perlakuan pengapuran sering banyak dihuni cacing tanah. Pengapuran berfungsi
menaikkan (meningkatkan) pH tanah
sampai mendekati pH netral.
d. Bahan
Organik
Distribusi
bahan organik dalam tanah berpengaruh terhadap cacing tanah, karena terkait
dengan sumber nutrisinya sehingga pada tanah miskin bahan organik hanya sedikit
jumlah cacing tanah yang dijumpai. Namun apabila cacing tanah sedikit,
sedangkan bahan organik segar banyak, pelapukkannya akan terhambat .
Kualitas
bahan organik (nisbah C/N, konsentrasi lignin dan polifenol) mempengaruhi
tinggi rendahnya populasi cacing tanah. Bahan organik yang memiliki kandungan N
dan P tinggi meningkatkan populasi cacing tanah. Bila bahan organik mengandung
polifenol terlalu tinggi, maka cacing tanah harus menunggu agak lama untuk
menyerangnya
Bahan
organik tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan populasi cacing
tanah karena bahan organik yang terdapat di tanah sangat diperlukan untuk
melanjutkan kehidupannya. Sumber utama materi organik tanah adalah serasah
tumbuhan dan tubuh hewan yang telah mati. Pada umumnya bahan organik ini banyak
jumlahnya pada tanah yang kelembabannya tinggi dibandingkan dengan yang rendah.
Bahan organik juga mempengaruhi sifat fisik- kimia tanah dan bahan organik itu
merupakan sumber pakan untuk menghasilkan energi dan senyawa pembentukan tubuh
cacing tanah.
e. Vegetasi
Jumlah dan distribusi
serasah mempengaruhi kepadatan populasi cacing tanah. Cacing tanah dapat menghancurkan
sejumlah besar serasah tahunan di lantai hutan. Jika tempat tersebut populasi
cacing tanah tinggi menunjukkan jenis serasah tersebut sangat disukai oleh
cacing tanah.
Tanah
dengan vegetasi dasarnya rapat, cacing tanah akan banyak ditemukan, karena
fisik tanah lebih baik dan sumber makanan yang banyak dijumpahi berupa seresah.
faktor makanan, baik jenis maupun kuantitas vegetasi yang tersedia di suatu
habitat sangat menentukan keanekaragaman spesies dan kerapatan populasi cacing
tanah di habitat tersebut. Pada umumnyacacing tanah lebih menyenangi yang
berbentuk jarum. Selanjutnya dijelaskan bahwa cacing tanah lebih menyenangi
daun yang tidak mengandung tanin.
Cacing tanah termasuk salah saatu hewan yang hidup di dalam/
permukaan tanah. Kelompok mesofauna ini dikenal terdistribusi secara luas,
asalkan tempat tersebut cukup lembab dan iklimnya tidak terlalu dingin.
Populasi cacing tanah dipengaruhi oleh berbagai factor lingkungan, diantaranya
sifat fisikomia dan jenis vegetasi yang ada di prermukaan tanah. Dua hal inilah
yang umumnya sangat menentukan pola sebaran cacing.
Cacing diketahui sebagai hewan yang sangat sensitive terhadap stimulus mekanik seperti halnya stimulus
kimiawi. Stimulus tersebut ditangkap oleh elemen penerima rangsang yang terdiri
dari kelompok sel-sel sensoris/reseptor yang terdapat dipermukaan tubuhnya
Cacing tanah ini memiliki lapisan otot di bawah kulit yang cukup
tebal yang diperlukannya untuk bergerak pindah. Pemanjangan dan kontraksi tubuhnya selama bergerak dihasilkan oleh dua
lapisan otot pada dnding tubuhnya tersebut.
Hewan sebagai komponen biotic
dari ekosistem mempunyai karakteristik yang khas. Struktur tubuh yang sangat
lentur khususnya pada hewan invertebrate memungkinkan hewan ini memiliki
kemampuan mobilitas yang cukup tinggi. Dengan daya mobilitas yang tinggi, hewan
tersebut dapat bergerak bebas sesuai dengan kemampuan dan nalurinya, apakah
untuk mencari makan, menghindari dari predator, menjauhi keadaan lingkungan
yang kurang menguntungkan, mencari pasangan untuk kawin dan lain sebagainya.
Taksis dapat diartikan
sebagai pergerakan suatu organism sebagai respon terhadap adanya stimulus
eksternal yang mengenainya secara langsung. Pergerakan organism ini dapat
berlangsung ke arah stimulus (respon positif); berupa respon menjauhi arah
stimulus (respon negative) maupun bergerak kea rah tertentu dengan sudut
tertentu dari stimulus mengemukakan bahwa taksis merupakan arah dari orientasi-orientasi
dan gerakan-gerakan (positif dan negative) sesuai dengan rangsangan-rangsangan
alam. Kikkawa (1971) menyebutkan bahwa perubahan orientasi tubuh suatu organism
sebagai reaksi terhadap stimulus dan mempeertahankan posisinya sebelum
melakukan pergerakan disebut respon taksis.
Dengan demikian bias
dikatakan bahwa perilaaku taksis selalu di dahului oleh suatu bentuk respon
taksis dan dilanjutkan dengan suatu pergerakan menuju atau menjauhi atau ke
arah tertentu dari stimulus yang diterima oleh suatu organisme.
Berdasarkan jenis dari
stimulus yang diterima oleh suatu organism daapat dibedakan menjadi:
a.
Fototaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa cahaya.
b.
Kemotaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh stimulus berupa zat kimia.
c.
Aerotakssis
adalaah jenis taksis yang disebabkan oleh aadanya stimulus berupa kadar O2 di
udara.
d.
Geotaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa gaya gravitasi
bumi.
e.
Rhoeotaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa daya tahan
f.
Thermotaaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa panas.
g.
Tigmotaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa sentuhan.
h.
Galvanotaksis
adalah Hewan sebagai komponen biotic dari ekosistem mempunyai karakteristik
yang khas. Struktur tubuh yang sangat lentur khususnya pada hewan invertebrate
memungkinkan hewan ini memiliki kemampuan mobilitas yang cukup tinggi. Dengan
daya mobilitas yang tinggi, hewan tersebut dapat bergerak bebas sesuai dengan
kemampuan dan nalurinya, apakah untuk mencari makan, menghindari dari predator,
menjauhi keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan, mencari pasangan untuk
kawin dan lain sebagainya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi
yang digunakan dalam praktikum ini adalah seluruh cacing tanah (Lumbricus terestis) yang diambil di
alam.
2.
Sampel
Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 cacing tanah (Lumbricus terestis)
B.
Waktu
dan Tempat
Kegiatan penelitian untuk
mengetahui gerak taksis pada cacing tanah berdasarkan jenis stimulus yang
diberikan dilaksanakan pada hari sabtu, tanggal 24 Maret yang bertempat di
Labolatorium Biologi Fakultas Ilmu Terpan dan Sains, Institut Pendidikan
Indonesia (IPI) Garut.
C.
Alat dan Bahan
a.
Alat
Alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
No
|
Nama Alat
|
Gambar
|
Fungsi
|
1.
|
Gelas kimia 1000 ml
|
Untuk dijadikan tempat
pemberian perlakuan
|
|
2.
|
Gelas kimia 50 ml
|
Untuk menyimpan ekstrak
hati ayam
|
|
3.
|
Gelas ukur 50 ml
|
Untuk mengukur akuades
|
|
4.
|
Gunting
|
Untuk memotong kertas
karton
|
|
5.
|
Corong
|
Untuk memasukan ekstrak
hati ayam kedalam gelas kimia
|
|
6.
|
Kertas karton hitam
|
Untuk membungkus gelas
kimia 1000 ml dan pertidisc
|
|
7.
|
Alumunium foil
|
Untuk membungkus kertas
karton
|
|
8.
|
Kertas saring
|
Untuk menyaring ekstrak
hati ayam
|
|
9.
|
Lumpang dan alu
|
Untuk menghancurkan hati
ayam
|
|
10.
|
Pertidisc besar
|
Untuk menutup gelas kimia
|
|
11.
|
Selotip
|
Untuk menempelkan kertas
karton kedalam gelas kimia 1000 ml dan pertidisc
|
|
12.
|
Penggaris
|
Untuk mengukur kertas
karton
|
|
13.
|
Kertas label
|
||
14.
|
ATK
|
Untuk menulis data hasil pengamatan
|
b. Bahan
Bahan
yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
No.
|
Nama Bahan
|
Gambar
|
Fungsi
|
1.
|
Tanah
dari kedalaman kurang lebih 30-50 cm (berwarna kuning kecoklatan) sebanyak 50
kg
|
Sebagai
tempat cacing tanah untuk hidup
|
|
2.
|
Ekstrak
tanah humus (warna hitam) 1 kg sebanyak 50 ml
|
Sebagai
tempat cacing tanah untuk hidup
|
|
3.
|
Ekstrak
hati ayam segar 2 buah sebanyak 50 ml
|
Sebagai
makanan cacing tanah
|
|
4.
|
Cacing tanah sebanyak 65
ekor
|
Sebagai
organisme yang di uji
|
|
5.
|
Aquades sebanyak 50 ml
|
Untuk
membasahi tanah pada perlakuan ekstrak hati ayam
|
D.
Metode
Penelitian
1. Gelas
kimia Kontrol
2. Gelas
Kimia Perlakuan
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Perlakuan
|
Ke-
1
|
Ke
2
|
Ke
3
|
Kel
4
|
Kel
5
|
Kel
6
|
Kel
7
|
Kel
8
|
Kel
9
|
Ke
10
|
Rata
rata
|
|
kontrol
|
Atas
|
6
|
5
|
|||||||||
Tengah
|
2
|
3
|
||||||||||
Bawah
|
2
|
2
|
||||||||||
Ekstrak
hati ayam
|
+
|
1
|
9
|
3
|
2
|
3
|
6
|
4
|
2
|
3
|
2
|
3.5
|
4
|
||||||||||||
-
|
9
|
1
|
7
|
8
|
7
|
4
|
6
|
8
|
7
|
8
|
6.5
|
|
7
|
||||||||||||
Humus
|
+
|
5
|
5
|
4
|
4
|
2
|
9
|
9
|
6
|
9
|
6
|
5.9
|
6
|
||||||||||||
-
|
5
|
5
|
6
|
6
|
8
|
1
|
1
|
4
|
1
|
4
|
4.1
|
|
5
|
||||||||||||
Cahaya
|
+
|
0
|
3
|
1
|
3
|
7
|
4
|
2
|
6
|
4
|
1
|
3.7
|
4
|
||||||||||||
-
|
10
|
7
|
9
|
7
|
3
|
6
|
8
|
4
|
6
|
9
|
6.9
|
|
7
|
Keterangan : - = Diberi
perlakuan
+= Tidak diberi perlakuan
Rata-Rata:
Baris pertama= Nilai awal
Baris
kedua = Nilai yang dibulatkan
B. Pembahasan
Pada praktikum kali
ini mengenai kegiatan pengamatan Gerak Taksis pada Cacing Tanah. Adapun pada
pengamatan ini terdiri atas beberapa perlakuan yaitu:
1.
Perlakuan Kontrol
2.
Perlakuan Ekstrak Hati Ayam
3.
Perlakuan Humus
4.
Perlakuan Cahaya
Berdasarkan keempat
perlakuan yang telah dilakukan pada percobaan dengan menggunakan cacing tanah
untuk diamati gerak taksisnya apakah gerak taksis positif dan gerak taksis
negatif. Adapun gerak taksis itu sendiri adalah gerakan suatu organisme sebagai
respon terhadap adanya stimulus eksternal yang mengenainya secara langsung.
Gerak taksis dibagi menjadi dua yaitu gerak taksis positif dan gerak taksis
negatif. Gerak taksis positif adalah gerakan yang mendekati rangsangan
sedangkan gerak taksis negative adalah gerakan yang menjauhi rangsangan.
Skema:
Gerak Taksis Positif
Gerak
Taksis Negatif
1.
Pada
Perlakuan Kontrol
Pada perlakuan control tanpa memberikan perlakuan apapun diperoleh
hasil yaitu Untuk kelas A pada lapisan atas terdiri dari 6 cacing tanah, pada
lapisan tengah terdiri dari 2 cacing tanah dan pada lapisan bawah terdiri dari
2 cacing tanah. Sedangkan untuk kelas B pada lapisan atas terdiri atas 5 ekor
cacing tanah, lapisan tengah terdiri atas 3 ekor cacing tanah, dan lapisan
bawah terdiri dari 2 ekor cacing tanah. Dari kedua perlakuan control tersebut
didapatkan bahwa cacing tanah baik pada perlakuan control kelas A maupun kelas
B sama hasilnya yaitu cacing tanah lebih banyak di permukaan sedangkan yang
paling sedikit terdapat di lapisan bawah.
2.
Pada
Perlakuan Ekstrak Hati Ayam
·
Untuk
kelompok 1 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 1 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 9 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 2 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 9 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 1 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 3 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 3 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 7 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 4 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 2 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 8 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 5 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 3 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 7 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 6 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 6 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian rangsangan ekstrak
hati ayam didapatkan 4 ekor cacing
tanah.
·
Untuk
kelompok 7 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 4 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian rangsangan ekstrak
hati ayam didapatkan 6 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 8 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 2 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 8 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 9 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 3 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian rangsangan ekstrak
hati ayam didapatkan 7 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 10 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 2 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian rangsangan ekstrak
hati ayam didapatkan 8 ekor cacing tanah.
3.
Pada
Perlakuan Humus
·
Untuk
kelompok 1 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 5
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 5 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 2 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 5
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 5 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 3 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 4
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 6 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 4 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 4
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 6 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 5 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 2
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 8 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 6 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 9
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 1 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 7 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 9
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 1 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 8 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 6
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 4 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 9 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 9
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 1 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 10 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan
6 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 4 ekor cacing tanah
4.
Pada
Perlakuan Cahaya
·
Untuk kelompok
1 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 0
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 10 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 2 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
3 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 7 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 3 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
1 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 9 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 4 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
3 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 7 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 5 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
7 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 3 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 6 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
4 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 6 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 7 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya
didapatkan 2 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian
rangsangan berupa cahaya didapatkan 8 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 8 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
6 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 4 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 9 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya
didapatkan 4 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian
rangsangan berupa cahaya didapatkan 6 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 10 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
1 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 9 ekor cacing tanah.
Perlakuan yang pertama merupakan perlakuan control sebagai
pembanding dari perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan ini tidak ada cacing
yang berpindah tempat. Hal ini terjadi karena tidak adanya stimulus yang
merangsang cacing untuk berpindah tempat.
Pada perlakuan kedua berupa
rangsangan (stimulus) berupa ekstrak hati ayam yaitu cacing tanah yang diberi ekstrak hati ayam menunjukan bahwa
cacing tanah yang bergerak ke arah rangsangan tersebut yang banyak hanya
terdapat pada kelompok 2 dan 6 sedangkan kelompok lain yang terdiri atas
kelompok 1,3,4,5,7,8,9, dan 10 lebih banyak cacing tanahnya terdapat di tanah
yang tanpa pemberian rangsangan (stimulus) ekstrak hati ayam adapun
penambahannya hanya pemberian aquades saja untuk menyeimbangkan kandungan air
di dalam tanah. Padahal seharusnya cacing tanah tersebut harus bergerak kearah
rangsangan ekstrak hati ayam, hal ini
terjadi karena di dalam ekstrak hati ayam kaya sekali akan nutrisi yang
merupakan sumber makanan bagi cacing tanah sehingga cacing tanah akan cenderung
untuk mendekati makanan. Jadi dari hasil pengamatan semua kelompok didapatkan
perbanding untuk kelompok 2 dan 6 lebih banyak terjadi taksis positif artinya
cacing tanah mendekati rangsangan (stimulus) berupa ekstrak hati ayam,
sedangkan untuk kelompok 1,3,4 dan 5 lebih banyak terjadi taksis negatif
artinya cacing tanah menjauhi rangsangan (stimulus) berupa ekstrak hati ayam.
Rata-Rata cacing tanah yang didapatkan
dari perlakuan stimulus berupa ekstrak hati ayam adalah sebanyak 4 ekor cacing
tanah sedangkan rata-rata cacing tanah
yang didapatkan dari yang tidak
diberikan perlakuan stimulus adalah sebanyak 7 cacing. Jadi Cacing Tanah yang
lebih banyak terdapat pada yang tidak diberikan perlakuan stimulus. Berarti
rata-rata terjadi taksis negatif artinya cacing menjauhi rangsangan.
Pada perlakuan ketiga berupa rangsangan (stimulus) berupa
humus yaitu cacing tanah yang diberi
humus menunjukkan bahwa cacing tanah yang bergerak ke arah rangsangan
(stimulus) dan tanpa rangsangan (stimulus) terdapat yang seimbang yaitu pada
kelompok 2,6,7,8,9,dan 10 sedangkan kelompok yang lain yang terdiri atas
kelompok 1,3, 4, dan 5 lebih banyak cacing tanahnya terdapat di tanah yang
tanpa pemberian rangsangan (stimulus) berupa humus. Dengan adanya stimulus
ekstrak humus seharusnya cacing akan berpindah ke tempat yang kaya n akan humus
sebagai habitat yang sangat cocok untuk cacing namun hal ini tidak sesuai
dengan apa yang ada di teori. Ini disebabkan karena kesalahan dalam menjalankan
prosedur. Artinya pada kelompok 2 seimbang ada yang terjadi gerak taksis
positif dan ada yang terjadi gerak taksis negatif. Rata-Rata cacing tanah yang didapatkan dari perlakuan stimulus
berupa humus adalah sebanyak 6 ekor
cacing tanah sedangkan rata-rata cacing
tanah yang didapatkan dari yang tidak
diberikan perlakuan stimulus adalah sebanyak 5 cacing. Jadi Cacing Tanah yang
lebih banyak terdapat pada yang diberikan perlakuan stimulus berupa humus. Berarti
rata-rata terjadi taksis positif artinya cacing \mendekati rangsangan.
Pada perlakuan keempat berupa rangsangan (stimulus) berupa cahaya
yaitu cacing tanah yang diberi perlakuan rangsangan (stimulus) cahaya
menunjukkan bahwa cacing tanah yang lebih banyak terdapat pada perlakuan tanah
tanpa cahaya. Cacing tanah tidak suka cahaya karena cacing tanah memiliki kulit
yang sangat sensitif terhadap cahaya matahari langsung karena itu cacing tanah
selalu mencari tempat yang gelap. Jika terkena cahaya langsung maka akan
menyebabkan kulitnya kering. Jika kulit Cacing Tanah mengering, ia akan mati
lemas. Cacing Tanah bersifat Fototaksis negatif artinya cacing tanah selalu
menghindar kalau ada cahaya, bersembunyi di dalam tanah. Respon yang terjadi
pada cacing tanah setelah diberi rangsangan cahaya yaitu negatif. Karena
masing-masing cacing tanah bergerak menjauhi cahaya dan menuju ke zona gelap.
Orientasi negatif cacing tanah menunjukkan bahwa cacing tanah yang terkena
cahaya menerima energi panas secara langsung. Hal ini akan menyebabkan cacing
tanah bergerak menjauhi cahaya, dalam hal ini cacing tanah menyukai tempat yang
lembab dan terlindung dari cahaya. Rata-Rata cacing tanah yang didapatkan dari perlakuan stimulus
berupa humus adalah sebanyak 4 ekor
cacing tanah sedangkan rata-rata cacing
tanah yang didapatkan dari yang tidak
diberikan perlakuan stimulus adalah sebanyak 7 cacing. Jadi Cacing Tanah yang
lebih banyak terdapat pada yang tidak diberikan perlakuan stimulus berupa
humus. Berarti rata-rata terjadi taksis negatif artinya cacing menjauhi
rangsangan.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan
empat perlakuan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan gerak taksis yang dilakukan oleh cacing tanah (Lumbricus terestris) antara yang diberikan perlakuan secara
berbeda/ antara yang diberikan stimulus dengan yang tidak diberikan
stimulus.Adapun hasilnya sebagai berikut:
1. Perlakuan pertama kontrol cacing yang paling
banyak terdapat di bagian lapisan atas (lapisan permukaan) tanah baik yang
control pertama maupun control kedua.
2. Pada
perlakuan berupa stimulus ekstrak hati ayam cacing tanah lebih banyak pada yang
tidak di beri perlkuan stimulus berupa ekstrak hati ayam. Hal ini berarti
terjadi grakan taksis negatif, artinya cacing tanah menjauhi rangsangan.
3. Pada
perlakuan ke dua cacing tanah lebih banyak pada yang diberi perlakuan stimulus
berupa stimulus. Hal ini berarti terjadi grakan taksis positif, artinya cacing
tanah mendekati rangsangan.
4. Pada
perlakuan ke tiga cacing tanah lebih banyak pada yang tidak diberi perlakuan
stimulus cahaya. Hal ini berarti terjadi gerakan taksis negatif, artinya cacing
tanah menjauhi rangsangan (stimulus)
B.
Saran
Pada praktikum selanjutnya
diharapkan pada setiap objek percobaan dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dan
memahami materi tentang objek yang akan dipraktikumkan sebelumnya. Serta untuk praktikum selanjutnya
lebih diperbanyak jenis stimulus yang diberikan yaitu diantaranya stimulus
berupa listrik, suhu, feromon,dan lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Amelia.
2018. Gerak Taksis Pada Cacing Tanah.
Alamat Website:
https://www.scribd.com/doc/296781002/Gerakan-Taksis-Pada-Cacing-Tanah. Tanggal
Akses : 30 Marae 2018
Amelia
Putri. 2018. Gerak Taksis Pada Cacing
Tanah. Alamat Website: https://www.scribd.com/document/362074285/Gerak-Taksis-Pada-Cacing-Tanah.
Tanggal Akses : 30 Marae 2018
Iska
widia. 2018. Taksis. Alamat Website: https://www.scribd.com/doc/57193601/TAKSIS.
Tanggal Akses : 30 Maret 2018
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Menumbuk hati ayam
|
Hati ayam yang sudah halus ditambah aquades
|
Menyaring larutan hati ayam
|
Membungkus sekat agar lebih tegak
|
Mencampur tanah miskin dengan tanah humus
|
Gelas kimia dengan perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+cahaya
|
Penampakan atas perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+cahaya
|
Gelas kimia dengan perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+ekstrak hati ayam
|
Penampakan atas perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+ekstrak hati ayam
|
Gelas kimia dengan perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+tanah humus
|
Penampakan atas perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+tanah humus
|
Cacing yang sudah dimasukan ke dalam gelas
kimia yang sudah diberi perlakuan
|
Perhitungan cacing di setiap perlakuan
setelah didiamkan setelah 2 jam
|
Cacing setelah dikeluarkan dari perlakuan
tanah miskin dan tanah miskin+ekstrak hati ayam
|
Cacing setelah dikeluarkan dari perlakuan
tanah miskin dan tanah miskin+cahaya
|
Cacing setelah dikeluarkan dari perlakuan
tanah miskin dan tanah miskin+tanah humus
|
0 komentar:
Post a Comment