Evolusi
Adaptasi dan Seleksi Alam
A. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan atau kecenderungan makhluk hidup dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik. Dalam karangan ini akan dijelaskan tentang adaptasi yang dilakukan oleh hewan dan tumbuhan dan perbedaan adaptasi yang dilakukan oleh hewan dengan adaptasi yang dilakukan oleh tumbuhan terhadap lingkungannya.
Adaptasi Hewan : kemampuan hewan untuk menyesuaikan dirinya terhadap perubahan-perubahan keadaan alam atau lingkungannya (seleksi alam). Adapun jenis-jenis dan macam-macam adaptasi pada hewan adalah:
a) Adaptasi Morfologi
Adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan kebutuhan organisme hidup. Misalnya seperti gigi singa, harimau, citah, macan, yang runcing dan tajam untuk makan daging, sedangkan pada gigi sapi, kambing, kerbau, biri-biri, domba tidak runcing dan tajam karena giginya lebih banyak dipakai untuk memotong rumput atau daun dan untuk mengunyah makanan.
b) Adaptasi Fisiologi
Adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik. Contoh pada onta yang punya kantung air di punuknya untuk menyimpan air agar tahan tidak minum di padang pasir dalam jangka waktu yang lama serta pada anjing laut yang memiliki lapisan lemak yang tebal untuk bertahan di daerah dingin.
c) Adaptasi Tingkah Laku
Adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku / perilaku terhadap lingkungannya berupa kemampuan hewan untuk merubah warna kulit tubuhnya sesuai dengan lingkungan sekitarnya sehingga kurang dapat terlihat. Kemampuan hanya bisa dilakukan oleh beberapa hewan, seperti cumi-cumi, sotong dan bunglon. Sebagai contoh pada bunglon yang dapat berubah warna kulit sesuai dengan warna yang ada di lingkungan sekitarnya dengan tujuan untuk menyembunyikan diri sehingga tidak terlihat oleh dari para pemangsa seperti pada contoh gambar di bawah ini:
Adaptasi Tumbuhan: penyesuaian diri yang dilakukan oleh tumbuhan terhadap lingkungan yang baru, baik perubahan fisiologis maupun morfologis dan proses penyesuaian ini berjalan lambat dan sangat tergantung kepada kondisi lingkungan barunya, apakah sesuai dengan sangat hidup tumbuhan tersebut dan kandungan unsur hara yang terdapat di lingkungan tersebut.
Dalam proses adaptasi, tumbuhan melalui berbagai tahapan, yaitu:
a. Tahap Aklimatisasi : tahap di mana tumbuhan berusaha keras untuk dapat mempertahankan hidup di tempat baru dengan mengubah kemampuan fisiologis dan atau morfologi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
b. Tahan Naturalisasi : tahap di mana tumbuhan telah mampu menyesuaikan dirinya dengan faktor lingkungan dan terus berusaha untuk menyempurnakan proses adaptasinya ke arah yang positif.
c. Tahap Domestikasi : tahap di mana proses adaptasi tumbuhan sudah dapat menyesuaikan diri dengan, lingkungan barunya dan sudah mulai dapat menjalankan kehidupannya untuk melewati siklus hidupnya dengan baik
B. Seleksi alam
Yang dimaksud dalam teori evolusi adalah teori bahwa makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya lama kelamaan akan punah. Yang tertinggal hanyalah mereka yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Dan sesama makhluk hidup akan saling bersaing untuk mempertahankan hidupnya.
Contoh seleksi alam misalnya yang terjadi pada ngengat biston betularia. Ngengat biston betularia putih sebelum terjadinya revolusi industri jumlahnya lebih banyak daripada ngengat biston betularia hitam. Namun setelah terjadinya revolusi industri, jumlah ngengat biston betularia putih lebih sedikit daripada ngengat biston betularia hitam. Ini terjadi karena ketidakmampuan ngengat biston betularia putih untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Pada saat sebelum terjadinya revolusi di Inggris, udara di Inggris masih bebas dari asap industri, sehingga populasi ngengat biston betularia hitam menurun karena tidak dapat beradaptsi dengan lingkungannya. namun setelah revolusi industri, udara di Inggris menjadi gelap oleh asap dan debu industri, sehingga populasi ngengat biston betularia putih menurun karena tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan, akibatnya mudah ditangkap oleh pemangsanya.
Monday, December 31, 2018
Sunday, December 30, 2018
Makalah Sistem Pencernaan Pada Manusia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pencernaan makanan berhubungan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk di proses oleh tubuh. Makanan adalah tiap zat atau bahan yang dapat digunakan dalam metabolisme guna memperoleh bahan-bahan untuk memperoleh tenaga atau energi. Selama dalam proses pencernaan makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana dan dapat diserap oleh usus, kemudian digunakan oleh jaringan tubuh.
Berbagai perubahan sifat makanan terjadi karena sintesis berbagai enzim yang terkandung dalam berbagai cairan pencernaan. Agar makan itu berguna bagi tubuh, maka makanan itu harus di distribusi oleh darah sampai pada sel-sel di seluruh tubuh Sistem pencernaan terdiri atas suatu saluran panjang yaitu saluran cerna yang dimulai dari mulut sampai anus, dan kelenjar-kelenjar yang berhubungan yang letaknya di luar saluran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu system pencernaan ?
2. Bagaimana Proses Pencernaan dalam tubuh ?
3. Apa saja alat-alat pencernaan dalam tubuh ?
4. Gangguan apa saja yang berhubungan dengan system pencernaan ?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas tujuan darip enulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian dari system pencernaan
2. Proses pencernaan
3. Alat-alat pencernaan dalam tubuh
4. Gangguan pada system pencernaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan (digestive system) merupakan sistem organ dalam hewan multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur. Sistem pencernaan antara satu hewan dengan yang lainnya bisa sangat jauh berbeda. Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di sepanjang saluran pencernaan dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.Selanjutnya adalah proses penyerapan sari - sari mak anan yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus.
B. Proses Pencernaan
Proses pencernaan makanan berlangsung di dalam saluran pencernaan makanan. Proses tersebut di mulai dari rongga mulut. Di dalam rongga mulut makanan dipotong-potong oleh gigi seri dan dikunyah oleh gigi geraham , sehingga makanan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Walaupun zat makanan telah dilumatkan atau dihancurkan dalam rongga mulut tetapi belum dapat diserap oleh dinding usus halus. Karena itu, makanan harus diubah menjadi sari makanan yang mudah larut. Dalam prose ini dibutuhkan beberapa enzim pencernaan yang dikeluarkan oleh kelenjar pencernaan.
Waktu pencernaan, makanan tersebut diproses menjadi sari makanan yang diserap oleh jonjot usus dan sisa makanan dikeluarkan melalui poros usus. Sari makanan hanya dapat diserap dan diangkut oleh darah dan getah bening bila larut di dalamnya, kemudian makanan tersebut didistribusikan ke bagian tubuh yang membutuhkannya.
Berdasarkan prosesnya, pencernaan makanan dapat dibedakan menjadi dua macam seperti berikut.
1. Proses mekanis, yaitu pengunyahan oleh gigi dengan dibantu lidah serta peremasan yang terjadi di lambung.
2. Proses kimiawi, yaitu pelarutan dan pemecahan makanan oleh enzim-enzim pencernaan dengan mengubah makanan yang ber-molekul besar menjadi molekul yang berukuran kecil.
Makanan mengalami proses pencernaan sejak makanan berada di dalam mulut hingga proses pengeluaran sisa-sisa makanan hasil pencernaan. Adapun proses pencernaan makanan meliputi hal-hal berikut.
1. Ingesti: pemasukan makanan ke dalam tubuh melalui mulut.
2. Mastikasi: proses mengunyah makanan oleh gigi.
3. Deglutisi: proses menelan makanan di kerongkongan.
4. Digesti: pengubahan makanan menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan enzim, terdapat di lambung.
5. Absorpsi: proses penyerapan, terjadi di usus halus.
6. Defekasi: pengeluaran sisa makanan yang sudah tidak berguna untuk tubuh melalui anus.
Proses pencernaan sebenarnya telah dimulai sejak dari mulut. Namun sebagian besar proses pencernaan terjadi di dalam lambung dan usus. Ketika makanan dimasukkan ke dalam mulut, maka akan merangsang produksi air liur untuk melumatnya menjadi bentuk cair.
Pada saat mengunyah, gigi memotong-motong makanan, maka air liur (saliva) akan membantu melumatnya. Saliva akan bertambah banyak jika sedang berselera terhadap suatu makanan. Proses didalam mulut ini untuk mempersiapkan makanan agar mudah ditelan selanjutnya melewati kerongkongan menuju ke lambung.
Makanan di lambung akan dicerna oleh asam lambung dan enzim enzim pencernaan menjadi lebih sempurna, dan akan disempurnakan ketika telah sampai di usus halus. Makanan selanjutnya diubah menjadi molekul yang dapat diserap usus halus ke dalam aliran darah. Selanjutnya dibawa ke hati untuk diolah dan dimanfaatkan oleh seluruh bagian tubuh. Hasil inilah yang memberikan hidup, pertumbuhan dan energi atau tenaga pada tubuh. Sisa sari makanan yang berupa ampas selanjutnya dialirkan ke usus besar. Di situ mengalami proses pembusukan menjadi lebih padat lalu didorong dan menumpuk di rektum yang akhirnya ditahan oleh otot dubur. Tergantung jenis makanan yang dikonsumsi, tenggang waktu waktu penuhnya dan volume sisa makanan tersebut sampai merangsang reflek berak. Bisa satu hari, dua hari sampai lima hari baru dikeluarkan saat buang air besar.
Hasil akhir proses pencernaan adalah terbentuknya molekul-molekul atau partikel-partikel makanan yakni: glukosa, asam lemak, dan asam amino yang siap diserap (absorpsi) oleh mukosa saluran pencernaan. Selanjutnya, partikel-partikel makanan tersebut dibawa melalui sistem sirkulasi (transportasi) untuk diedarkan dan digunakan oleh sel-sel tubuh sebagai bahan untuk proses metabolisme (assimilasi) dan hasil akhirnya digunakan sebagai sumber tenaga (energi), zat pembangun (struktural), dan molekul-molekul fungsional (hormon, enzim) dan keperluan tubuh lainnya.
1. Pencernaan Karbohidrat (KH)
Pencernaan karbohidrat di mulut terjadi karena dengan adanya air liur yang mengandung enzim ptyalin (amilase) yang berperan mengubah amilum menjadi polisakarida sederhana. Pencernaan karbohidrat di lambung dengan adanya asam lambung, lendir dan pepsin, tanpa mengalami pencernaan enzimatik.
Pencernaan karbohidrat di usus halus terutama di dalam duodenum terdapat amylase pankreas untuk memecah polisakarida sederhana menjadi disakarida. Disakarida selanjutnya akan dicerna oleh disakaridase menjadi monosakarida (glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Proses penyerapan (absorpsi) karbohidrat melalui mekanisme difusi fasilitasi oleh hormon insulin, terutama di duodenum dan jejenum.
2. Pencernaan lemak
Lemak makanan selama berada di dalam saluran pencernaan akan mengalami pencernaan sebagai berikut: Lemak dicerna di mulut oleh lipase yang dihasilkan kelenjar Ebner’s yang terdapat pada permukaan atas lidah yang dikenal sebagai lipase lingual (lidah). Lipase ini bekerja aktif di lambung dan mencerna lemak sekitar 20- 30%. Di lambung lemak dicerna oleh lipase lambung (gastric lipase). Enzim ini kurang memiliki peranan penting kecuali pada gangguan pankreas.
Pencernaan lemak di usus halus terutama terjadi di duodenum dimana terdapat muara saluran cairan empedu yang berasal dari hati atau kantung empedu. Lemak makanan setelah diemulsifikasikan oleh garam empedu menjadi larut air (hidrofilik) sehingga demikian memungkinkan enzim lipase pankreas bekerja.
Lemak makanan setelah dicerna secara enzimatis oleh lipase pankreas menjadi asam lemak dan gliserol dan berubah menjadi butiran-butiran lemak yang disebut micelle. Micelle ini kemudian menempel pada sel mukosa usus halus dan selanjutnya masuk ke dalam sel mukosa (diabsorpsi) secara difusi. Enzim lipase pankreas memegang peranan penting pada pencernaan lemak di dalam usus halus sebagai pemecah ikatan antara asam lemak dengan gliserol. pada rantai 1 dan 3 dari trigliserida sehingga dihasilkan 2 mol asam lemak dan gliserol. Kolesterol makanan dalam wujud sebagai kolesterol ester akan dihidrolisis oleh esterkolesterol hidrolase yang terdapat dalam getah pankreas menjadi kolesterol bebas. Kolesterol juga mengalami perubahan menjadi ester kolesterol.
Absorpsi asam lemak paling banyak terjadi di usus halus bagian atas yaitu bagian duodenum dan jejenum, dan sebagian kecil di ileum. Asam lemak setelah diserap oleh sel mukosa usus halus dengan cara difusi, kemudian di dalam sel mukosa asam lemak dan gliserol mengalami resintesis (bergabung lagi) menjadi trigliserida. Trigliserida dan ester kolesterol bersatu diselubungi oleh protein menjadi kilomikron (chylomicron). Protein penyusun selubung kilomikron disebut apoprotein. Selubung protein berfungsi mencegah bersatunya molekul-molekul lemak dan membentuk bulatan besar yang dapat mengganggu sirkulasi darah. Kilomikron keluar dari sel mukosa usus secara eksositosis (kebalikan dari pinositosis) kemudian diangkut lewat sistem limfatik(duktus thoracicus → cysterna chili) dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah (vena subclavia). Kadar kilomikron dalam plasma darah meningkat 2 - 4 jam setelah makan. Sedangkan gliserol langsung dialirkan ke pembuluh darah.
3. Pencernaan protein
1) Di mulut protein dicerna secara mekanis, sedangkan secara enzimatis belum.
2) Di lambung protein, dicerna secara oleh asam lambung (HCl) dan enzim pepsin. Protein setelah didenaturasi (dirusak) oleh HCl, kemudian dihidrolisis menjadi peptida sederhana.
3) Di usus halus, protein dicerna oleh cairan pankreas yang mengandung proenzim tripsinogen dan kimotripsinogen. Enzim tripsin dan kimotripsin berperan memecah polipeptida menjadi peptida sederhana. Selanjutnya peptida tersebut dipecah sehingga akhirnya menjadi asam amino peptidase (erepsin).
Setelah menjadi asam amino selanjutnya diserap (absorpsi) oleh lapisan mukosa usus yeyenum dan ileum. Asam amino yang berasal dari makanan (diet) dan dari pemecahan protein tubuh selanjut dibawa oleh sirkulasi darah ke dalam amino acid pool gudang penimbunan asam amino yaitu darah dan cairan jaringan (interseluler).
C. Alat Pencernaan
Alat-alat pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan terdiri atas mulut, pharynk, esophagus, lambung, usus halus, usus besar, dan berakhir pada anus. Sedangkan kelenjar pencernaan terdiri atas kelenjar ludah, kelenjar lambung, kelenjar usus, hati, dan pankreas.
1. Rongga Mulut
Proses pencernaan dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut. Di dalam mulut terdapat alat-alat yang membantu dalam proses pencernaan, yaitu gigi, lidah, dan kelenjar ludah (air liur). Di dalam rongga mulut, makanan mengalami pencernaan secara mekanik dan kimiawi. Beberapa organ di dalam mulut, yaitu :
a. Gigi
Gigi berfungsi untuk mengunyah makanan sehingga makanan menjadi halus. Keadaan ini memungkinkan enzim-enzim pencernaan mencerna makanan lebih cepat dan efisien. Gigi dapat dibedakan atas empat macam yaitu gigi seri, gigi taring, gigi geraham depan, dan gigi geraham belakang. Secara umum, gigi manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu mahkota gigi (korona), leher gigi (kolum), dan akar gigi (radiks). Mahkota gigi atau puncak gigi merupakan bagian gigi yang tampak dari luar. Setiap jenis gigi memiliki bentuk mahkota gigi yang berbeda-beda. Gigi seri berbentuk seperti pahat, gigi taring berbentuk seperti pahat runcing, dan gigi geraham berbentuk agak silindris dengan permukaan lebar dan datar berlekuk-lekuk. Bentuk mahkota gigi pada gigi seri berkaitan dengan fungsinya untuk memotong dan menggigit makanan. Gigi taring yang berbentuk seperti pahat runcing untuk merobek makanan. Sedangkan gigi geraham dengan permukaan yang lebar dan datar berlekuk-lekuk berfungsi untuk mengunyah makanan. Leher gigi merupakan bagian gigi yang terlindung dalam gusi, sedangkan akar gigi merupakan bagian gigi yang tertanam di dalam rahang. Bila kita amati gambar penampang gigi, maka akan tampak bagian-bagian seperti pada gambar berikut ini.
Email gigi merupakan lapisan keras berwarna putih yang menutupi mahkota gigi. Tulang gigi, tersusun atas zat dentin. Sumsum gigi (pulpa), merupakan rongga gigi yang di dalamnya terdapat serabut saraf dan pembuluh-pembuluh darah. Itulah sebabnya bila gigi kita berlubang akan terasa sakit, karena pada sumsum gigi terdapat saraf.
b. Lidah
Lidah berfungsi untuk mengaduk makanan di dalam rongga mulut dan membantu mendorong makanan (proses penelanan). Selain itu, lidah juga berfungsi sebagai alat pengecap yang dapat merasakan manis, asin, pahit, dan asam. Tiap rasa pada zat yang masuk ke dalam rongga mulut akan direspon oleh lidah di tempat yang berbeda-beda. Letak setiap rasa berbeda-beda, yaitu:
1. Rasa asin —–> lidah bagian tepi depan
2. Rasa manis —–> lidah bagian ujung
3. Rasa asam —–> lidah bagian samping
4. Rasa pahit —–> lidah bagian belakang / pangkal lidah
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.
letak kepekaan lidah terhadap rasa
Lidah mempunyai reseptor khusus yang berkaitan dengan rangsangan kimia. Lidah merupakan organ yang tersusun dari otot. Permukaan lidah dilapisi dengan lapisan epitelium yang banyak mengandung kelenjar lendir, dan reseptor pengecap berupa tunas pengecap. Tunas pengecap terdiri atas sekelompok sel sensori yang mempunyai tonjolan seperti rambut yang disebut papila
c. Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah menghasilkan ludah atau air liur (saliva). Kelenjar ludah dalam rongga mulut ada 3 pasang, yaitu :
1. Kelenjar parotis, terletak di bawah telinga.
2. Kelenjar submandibularis, terletak di rahang bawah.
3. Kelenjar sublingualis, terletak di bawah lidah.
Letak kelenjar ludah di dalam rongga mulut dapat dilihat pada gambar berikut.
Kelenjar ludah di dalam mulut
Kelenjar parotis menghasilkan ludah yang berbentuk cair. Kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis menghasilkan getah yang mengandung air dan lendir. Ludah berfungsi untuk memudahkan penelanan makanan. Jadi, ludah berfungsi untuk membasahi dan melumasi makanan sehingga mudah ditelan. Selain itu, ludah juga melindungi selaput mulut terhadap panas, dingin, asam, dan basa. Di dalam ludah terdapat enzim ptialin (amilase). Enzim ptialin berfungsi mengubah makanan dalam mulut yang mengandung zat karbohidrat (amilum) menjadi gula sederhana (maltosa). Maltosa mudah dicerna oleh organ pencernaan selanjutnya. Enzim ptialin bekerja dengan baik pada pH antara 6,8 – 7 dan suhu 37oC.
2. Kerongkongan
Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran penghubung antara rongga mulut dengan lambung. Kerongkongan berfungsi sebagai jalan bagi makanan yang telah dikunyah dari mulut menuju lambung. Jadi, pada kerongkongan tidak terjadi proses pencernaan.
Otot kerongkongan dapat berkontraksi secara bergelombang sehingga mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Gerakan kerongkongan ini disebut gerak peristalsis. Gerak ini terjadi karena otot yang memanjang dan melingkari dinding kerongkongan mengkerut secara bergantian. Jadi, gerak peristalsis merupakan gerakan kembang kempis kerongkongan untuk mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut.
Gerak peristalsis dalam kerongkongan
Makanan berada di dalam kerongkongan hanya sekitar enam detik. Bagian pangkal kerongkongan (faring) berotot lurik. Otot lurik pada kerongkongan bekerja secara sadar menurut kehendak kita dalam proses menelan. Artinya, kita menelan jika makanan telah dikunyah sesuai kehendak kita. Akan tetapi, sesudah proses menelan hingga sebelum mengeluarkan feses, kerja otot-otot organ pencernaan selanjutnya tidak menurut kehendak kita (tidak disadari).
3. Lambung
Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang terletak di sebelah kiri rongga perut sebagai tempat terjadinya sejumlah proses pencernaan. Lambung terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas (kardiak), bagian tengah yang membulat (fundus), dan bagian bawah (pilorus). Kardiak berdekatan dengan hati dan berhubungan dengan kerongkongan. Pilorus berhubungan langsung dengan usus dua belas jari. Di bagian ujung kardiak dan pilorus terdapat klep atau sfingter yang mengatur masuk dan keluarnya makanan ke dan dari lambung. Struktur lambung dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Struktur lambung
Dinding lambung terdiri dari otot yang tersusun melingkar, memanjang, dan menyerong. Otot-otot tersebut menyebabkan lambung berkontraksi, sehingga makanan teraduk dengan baik dan bercampur merata dengan getah lambung. Hal ini menyebabkan makanan di dalam lambung berbentuk seperti bubur. Dinding lambung mengandung sel-sel kelenjar yang berfungsi sebagai kelenjar pencernaan yang menghasilkan getah lambung. Getah lambung mengandung air lendir (musin), asam lambung, enzim renin, dan enzim pepsinogen. Getah lambung bersifat asam karena banyak mengandung asam lambung. Asam lambung berfungsi membunuh kuman penyakit atau bakteri yang masuk bersama makanan dan juga berfungsi untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin berfungsi memecah protein menjadi pepton dan proteosa. Enzim renin berfungsi menggumpalkan protein susu (kasein) yang terdapat dalam susu. Adanya enzim renin dan enzim pepsin menunjukkan bahwa di dalam lambung terjadi proses pencernaan kimiawi.
Selain menghasilkan enzim pencernaan, dinding lambung juga menghasilkan hormon gastrin yang berfungsi untuk pengeluaran (sekresi) getah lambung. Di dalam lambung terjadi gerakan mengaduk. Gerakan mengaduk dimulai dari kardiak sampai di daerah pilorus. Gerak mengaduk terjadi terus menerus baik pada saat lambung berisi makanan maupun pada saat lambung kosong. Jika lambung berisi makanan, gerak mengaduk lebih giat dibanding saat lambung dalam keadaan kosong. Mungkin kita pernah merasakan perut terasa sakit dan berbunyi karena perut kita sedang kosong. Hal itu disebabkan gerak mengaduk saat lambung kosong. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut.
Gerak mengaduk pada lambung.
Makanan umumnya bertahan tiga sampat empat jam di dalam lambung. Makanan berserat bahkan dapat bertahan lebih lama. Dari lambung, makanan sedikit demi sedikit keluar menuju usus dua belas jari melalui sfingter pilorus.
4. Usus Halus
Usus halus (intestinum) merupakan tempat penyerapan sari makanan dan tempat terjadinya proses pencernaan yang paling panjang. Usus halus terdiri dari :
1. Usus dua belas jari (duodenum)
2. Usus kosong (jejenum)
3. Usus penyerap (ileum)
Pada usus dua belas jari bermuara saluran getah pankreas dan saluran empedu. Pankreas menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzim-enzim sebagai berikut :
1. Amilopsin (amilase pankreas) Yaitu enzim yang mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula lebih sederhana (maltosa).
2. Steapsin (lipase pankreas) Yaitu enzim yang mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
3. Tripsinogen Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu enzim yang mengubah protein dan pepton menjadi dipeptida dan asam amino yang siap diserap oleh usus halus.
Empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung di dalam kantung empedu. Selanjutnya, empedu dialirkan melalui saluran empedu ke usus dua belas jari. Empedu mengandung garam-garam empedu dan zat warna empedu (bilirubin). Garam empedu berfungsi mengemulsikan lemak. Zat warna empedu berwarna kecoklatan, dan dihasilkan dengan cara merombak sel darah merah yang telah tua di hati. Zat warna empedu memberikan ciri warna cokelat pada feses. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut:
Pada bagian usus dua belas jari bermuara saluran getah pankreas dan saluran empedu.
Selain enzim dari pankreas, dinding usus halus juga menghasilkan getah usus halus yang mengandung enzim-enzim sebagai berikut :
1. Maltase, berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa.
2. Laktase, berfungsi mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
3. Sukrase, berfungsi mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
4. Tripsin, berfungsi mengubah pepton menjadi asam amino.
5. Enterokinase, berfungsi mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin.
Di dalam usus halus terjadi proses pencernaan kimiawi dengan melibatkan berbagai enzim pencernaan. Karbohidrat dicerna menjadi glukosa. Lemak dicerna menjadi asam lemak dan gliserol, serta protein dicerna menjadi asam amino. Jadi, pada usus dua belas jari, seluruh proses pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein diselesaikan. Selanjutnya, proses penyerapan (absorbsi) akan berlangsung di usus kosong dan sebagian besar di usus penyerap. Karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol, dan protein diserap dalam bentuk asam amino. Vitamin dan mineral tidak mengalami pencernaan dan dapat langsung diserap oleh usus halus. Struktur usus halus dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Penampang Usus Halus Manusia
Pada dinding usus penyerap terdapat jonjot-jonjot usus yang disebut vili (Lihat gambar diatas). Vili berfungsi memperluas daerah penyerapan usus halus sehingga sari-sari makanan dapat terserap lebih banyak dan cepat. Dinding vili banyak mengandung kapiler darah dan kapiler limfe (pembuluh getah bening usus). Agar dapat mencapai darah, sari-sari makanan harus menembus sel dinding usus halus yang selanjutnya masuk pembuluh darah atau pembuluh limfe. Glukosa, asam amino, vitamin, dan mineral setelah diserap oleh usus halus, melalui kapiler darah akan dibawa oleh darah melalui pembuluh vena porta hepar ke hati. Selanjutnya, dari hati ke jantung kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Asam lemak dan gliserol bersama empedu membentuk suatu larutan yang disebut misel. Pada saat bersentuhan dengan sel vili usus halus, gliserol dan asam lemak akan terserap. Selanjutnya asam lemak dan gliserol dibawa oleh pembuluh getah bening usus (pembuluh kil), dan akhirnya masuk ke dalam peredaran darah. Sedangkan garam empedu yang telah masuk ke darah menuju ke hati untuk dibuat empedu kembali. Vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) diserap oleh usus halus dan diangkat melalui pembuluh getah bening. Selanjutnya, vitamin-vitamin tersebut masuk ke sistem peredaran darah. Umumnya sari makanan diserap saat mencapai akhir usus halus. Sisa makanan yang tidak diserap, secara perlahan-lahan bergerak menuju usus besar.
5. Usus Besar
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama dengan lendir akan menuju ke usus besar menjadi feses. Di dalam usus besar terdapat bakteri Escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa makanan menjadi feses. Selain membusukkan sisa makanan, bakteri E. coli juga menghasilkan vitamin K. Vitamin K berperan penting dalam proses pembekuan darah. Sisa makanan dalam usus besar masuk banyak mengandung air. Karena tubuh memerlukan air, maka sebagian besar air diserap kembali ke usus besar. Penyerapan kembali air merupakan fungsi penting dari usus besar. Usus besar terdiri dari bagian yang naik, yaitu mulai dari usus buntu (apendiks), bagian mendatar, bagian menurun, dan berakhir pada anus. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Struktur usus besar
Perjalanan makanan sampai di usus besar dapat mencapai antara empat sampai lima jam. Namun, di usus besar makanan dapat disimpan sampai 24 jam. Di dalam usus besar, feses di dorong secara teratur dan lambat oleh gerakan peristalsis menuju ke rektum (poros usus). Gerakan peristalsis ini dikendalikan oleh otot polos (otot tak sadar).
6. Anus
Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik. Jadi, proses defekasi (buang air besar) dilakukan dengan sadar, yaitu dengan adanya kontraksi otot dinding perut yang diikuti dengan mengendurnya otot sfingter anus dan kontraksi kolon serta rektum. Akibatnya feses dapat terdorong ke luar anus. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini :
.
D. Gangguan Pada Sistem Pencernaan
Gangguan sistem pencernaan adalah semua jenis penyakit yang terjadi pada saluran pencernaan. Saluran pencernaan manusia terdiri atas organ-organ yang meliputi mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus. Namun, sistem pencernaan juga melibatkan organ-organ yang berada di luar saluran pencernaan, seperti hati, kantung empedu, dan pankreas.
Penyebab terjadinya gangguan atau kelainan pada sistem pencernaan makanan dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti pola makan yang salah, infeksi bakteri, kurang mengonsumsi sayuran, gaya hidup yang tidak sehat, dan lain-lain. Berikut ini adalah beberapa gangguan sistem pencernaan yang terjadi pada manusia.
Adapun gangguan yang ditimbulkan oleh system pencernaan adalah sebagai berikut:
1. Diare
Diare adalah buang air besar dengan tinja encer atau berair dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (normalnya). Sehingga orang yang mengalami diare akan lebih sering ke toilet untuk buang air besar dengan volume feses yang lebih banyak dari biasanya. Diare dikenal juga dengan istilah mencet. Penyakit Diare biasanya berlangsung beberapa hari dan sering sembuh atau hilang tanpa pengobatan. Akan tetapi adapula penyakit diare yang berlangsung selama berminggu-minggu atau lebih. Atas dasar itulah penyakit diare digolongkan menjadi diare akut dan kronis. Diare Akut adalah diare yang berlangsung kurang dari dua minggu. Sedangkan Diare Kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu. Gejala Diare Secara lebih lengkap, tanda dan gejala yang biasanya menyertai penyakit diare antara lain:
• Buang air besar encer dan sering
• Kram perut
• Nyeri perut
• Demam
• Darah dalam tinja
• Kembung
Penyebeb Diare
Diare terjadi ketika makanan dan cairan yang Anda makan berlalu terlalu cepat dan/atau terlalu besar jumlahnya pada saluran pencernaan (usus). Secara normal, usus besar akan menyerap cairan dari makanan yang Anda makan, dan meninggalkan kotoran (tinja) yang setengah padat. Akan tetapi ketika cairan dari makanan yang Anda makan tidak diserap, maka hasilnya adalah kotoran (feses) yang cair atau encer. Penyakit Diare mungkin berhubungan dengan infeksi virus atau bakteri dan terkadang efek dari keracunan makanan.
2. Sembelit (konstipasi)
Sembelit adalah adalah kondisi di mana seseorang buang air besar kurang dari tiga kali seminggu. Setiap orang memiliki kebiasaan buang air besar yang berbeda. Ada orang yang buang air besar setiap hari, namun ada juga yang setiap dua hari. Namun jika sulit atau jarang buang air besar, berarti Anda mengalami sembelit. Walaupun termasuk penyakit yang umum, namun jika tidak sembuh dalam tiga minggu berturut-turut atau lebih, berarti penyakit ini sudah kronis.
Gejala Sembelit
Sembelit menyebabkan sulit buang air besar. Pada awalnya, pasien akan merasa tidak nyaman dan lama-kelamaan pasien dapat menjadi frustrasi dan kesakitan. Saat kotoran menumpuk di dalam usus besar, kotoran akan mengeras dan menjadi lebih sulit untuk dikeluarkan. Hal itu menyebabkan gejala seperti:
• Buang air besar keras
• Butuh mengejan dengan keras untuk membuang kotoran
• Merasa masih ada kotoran yang tertinggal setelah buang air besar
• Butuh gerakan tambahan untuk mengeluarkan kotoran, seperti menekan-nekan perut atau mengeluarkan kotoran menggunakan jari
• Sakit perut
• Perut buncit
Sembelit dapat disebabkan oleh banyak kondisi. Biasanya disebabkan oleh:
• Kurang minum air
• Kurang mengkonsumsi serat
• Stres
• Gangguan makan
• Kanker usus besar
• Ambeien atau wasir
• Penyempitan usus
3. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan lapisan tipis di dinding bagian dalam perut (peritoneum). Peritoneum juga berfungsi untuk melindungi organ di dalam perut. Jika dibiarkan memburuk, maka peritonitis bisa menyebabkan infeksi seluruh sistem tubuh yang membahayakan nyawa.
Gejala Peritonitis
Peritonitis memiliki beberapa gejala umum, yaitu:
• Demam dengan temperatur sangat tinggi.
• Perut terasa kembung.
• Detak jantung semakin cepat.
• Diare.
• Menggigil.
• Terus menerus merasa haus.
• Tidak mengeluarkan urine atau jumlah urine lebih sedikit.
• Sulit buang air besar dan mengeluarkan gas.
• Nafsu makan menurun.
• Kelelahan.
• Pembengkakan perut disertai nyeri saat perut disentuh.
• Mual dan muntah.
Bagi penderita gagal ginjal yang sedang menjalani tindakan dialisis peritoneal, cairan yang mengalir ke kantung penampung akan terlihat lebih keruh dan bisa mengandung bintik putih atau gumpalan.
Anda mungkin tidak akan merasa kesakitan sama sekali jika peritonitis disebabkan oleh sirosis (kerusakan fungsi hati). Anda hanya akan merasa tidak enak badan atau muncul komplikasi dari penyakit hati berupa penumpukan cairan di rongga perut.
Penyebab Peritonitis
Infeksi pada peritoneum bisa disebabkan oleh bakteri atau jamur. Jika dibedakan dari asal infeksinya, peritonitis dibagi menjadi dua jenis: peritonitis sekunder dan primer. Peritonitis yang terjadi akibat penyebaran infeksi dari bagian tubuh lain biasa disebut peritonitis sekunder. Beberapa penyebab peritonitis sekunder adalah penyakit radang panggul, kelainan pencernaan seperti penyakit Crohn, pembedahan, robeknya ulkus atau tukak lambung, divertikulitis, luka parah pada perut akibat tusukan pisau atau tembakan, pecahnya usus buntu, dan peradangan pada pankreas (pankreatitis akut).
Sedangkan peritonitis primer adalah infeksi yang langsung muncul pada peritoneum. Biasanya, peritonitis primer terjadi akibat jaringan parut pada hati (sirosis atau kerusakan fungsi hati) atau karena prosedur medis (contohnya dialisis peritoneal).
4. Kanker Lambung
Kanker lambung disebabkan oleh bakteri Helicobacter Pylori. Gejala awal kanker lambung, misalnya merasa panas, kehilangan nafsu makan, sulit mencerna yang berlangsung terus-menerus, sedikit rasa mual, dan kadang-kadang timbul rasa nyeri pada lambung.
Maag juga merupakan salah satu gejala kanker lambung. Apabila seseorang mengalami maag yang disertai perut kembung seperti kekenyangan, buang air besar hitam, turun berat badan, muka pucat, dan muntah darah, bisa dipastikan ia menderita kanker lambung.
5. Kolik :
timbulnya perasaan nyeri karena salah cerna
6. Ulkus :
lukanya dinding lambung akibat produksi HCL yang berlebih sehingga bila kena gesekan menimbulkan rasa nyeri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem pencernaan (digestive system) merupakan sistem organ dalam hewan multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur. Proses pencernaan makanan berlangsung di dalam saluran pencernaan makanan. Proses tersebut di mulai dari rongga mulut. Berdasarkan prosesnya, pencernaan makanan dapat dibedakan menjadi dua macam seperti berikut: Proses mekanis, yaitu pengunyahan oleh gigi dengan dibantu lidah serta peremasan yang terjadi di lambung. Proses kimiawi, yaitu pelarutan dan pemecahan makanan oleh enzim-enzim pencernaan dengan mengubah makanan yang ber-molekul besar menjadi molekul yang berukuran kecil.
Alat-alat pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan terdiri atas mulut, pharynk, esophagus, lambung, usus halus, usus besar, dan berakhir pada anus. Sedangkan kelenjar pencernaan terdiri atas kelenjar ludah, kelenjar lambung, kelenjar usus, hati, dan pankreas. Adapun gangguan-gangguan yang disebabkan oleh system pencernaan adalah: diare, sembelit, peritonitis, apendisitas, kolik, dan ulkus.
B. Kritik dan Saran
Tiada kesempurnaan di dunia ini, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari makalah ini tujuannya hanyalah demi kesempurnaan. Dan semoga makalah yang telah kami susun bermanfaat bagi kita semua, Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Watson, Roger. Anatomi dan Fisiologi, Jakarta : EGC. 2002
Almatsier, sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001
Simbolon, Hubu. Biologi, Jakarta : Erlangga, 1992
Irianto, Kus., Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Bandung : Yrama Widya, 2005.
Green, J.H., Pengantar Fisiologi Tubuh Manusia, Jakarta: Bina Rupa Aksara, 2002.
Wednesday, December 12, 2018
Kumpulan Klasifikasi Spesies Kelas Aves dan Ciri-Cirinya
Nama Daerah: Burung sepatu jengger
Nama Ilmiah : Irediparra gallinacean
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum :Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Charadriiformes
Famili : Jacanidae
Genus : Irediparra
Spesies : I. gallinacea
Ciri-ciri :
Burung-sepatu jengger menghuni rawa dan lahan pasang surut serta lahan basah air tawar yang memiliki tipe vegetasi yang mengapung di permukaan air. Berjalan di atas tumbuhan air yang mengambang mencari makan berupa biji-bijian dan serangga air.
Nama Daerah: cerek kalung kecil
Nama Ilmiah : Charadrius dubius
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Charadiformes
Familia : Charadriidae
Genus : Charadrius
Spesies : Charadrius dubius
Ciri-ciri :
•Tubuh berukuran kecil 16cm
•Warna abu abu, hitam, putih
•Berparuh pendek
Nama Daerah: Cerek jawa
Nama Ilmiah : Charadrius javanicus
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Charadiformes
Familia : Charadriidae
Genus : Charadrius
Spesies : Charadrius javanicus
Ciri-ciri :
•Tubuh berukuran kecil 15m
•Tubuh warba coklat putih
•Paruh hitam.
Nama Daerah: Cerek tilil
Nama Ilmiah : Charadrius alexandrinus
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Charadiformes
Familia : Charadriidae
Genus : Charadrius
Spesies : Charadius alexandrines
Ciri-ciri :
•Berukuran kecil 15cm
•Berkaki hitam
Nama Daerah: Cerek pasir
Nama Ilmiah : Charadrius mongolus
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Charadiformes
Familia : Charadriidae
Genus : Charadrius
Spesies : Charadius mongolus
Ciri-ciri :
•Merupakan burung air
•Warna tengkik coklat kemerahan
Nama Daerah: Berkik kembang besar
Nama Ilmiah : Rostratula benghalaensis
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Charadiformes
Familia : Rostratulidae
Genus : Rostratula
Spesies : Rostratula benghalaensis
Ciri-ciri :
•Ukuran kecil 15 cm
•Pemakan ikan
•Warna kecoklatan
Nama Daerah: Berkik ekor lidi
Nama Ilmiah : Gallinago stenura
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Charadiformes
Familia : Scolipacidae
Genus : Gallinago
Spesies : Galilinago stenura
Ciri-ciri :
•Burung pantai
•Oemakan serangga dan ikan
•Warna kecoklatan
Nama Daerah: Berkik Sulawesi
Nama Ilmiah : Scopolax celebensis
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Charadiformes
Familia : Scolopacidae
Genus : Scolopax
Spesies : Scopolax celebensis
Ciri-ciri :
•Burung endemic diindonesia
•Hanya ditemukan dihutan pegunungan dataran tinggi
Nama Daerah: Burung wader
Nama Ilmiah : Scoliopax minor
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Charadiformes
Familia : Scolopacidae
Genus : Scolopax
Spesies : Scopolax minor
Ciri-ciri :
•Memilikitubuh yang gemuk
•Memiliki bulu coklat abu-abu hitam
Saturday, November 3, 2018
Makalah Vernalissi
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya kepada kami, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat
waktu.Makalahyang berjudul “Vernalisasi
pada Tumbuhan”ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan. Makalah ini
memberikan penjelasan tentang
vernalisasi pada tumbuhan .makalah ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Sehingga dengan selesainya penulisan dan penyusun. Kami
selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi seluruh pembaca. Penulis menyadari makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca. Penulis juga menyadari makalah ini memang masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis selalu mengharapkan kritik dan saran para pembaca
agar dapat memperbaiki di waktu selanjutnya.
Garut
,17 Januari 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.................................................................................................................................................
1
C.
Tujuan................................................................................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
fotoperiodisme ................................................................................................................................................... 4
B.
Vernalisasi............................................................................................................................................................ 7
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan...................................................................................................................................................... 11
B. Saran ………………………………………………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 13
Makalah Keanekaragaman Hayati
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Segala puji hanya bagi
Allah Tuhan seluruh alam, shalawat beserta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhamad SAW. Karena atas karunia
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen Mata
Kuliah Kapita Selekta 1 yang telah membimbing dan mencurahkan ilmu kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun dalam
proses penyusunannya penulis mengalami berbagai kesulitan. Makalah ini akan membahas
tentang Keanekaragaman hayati.
Tetapi sangat dimungkinkan dalam penyusunannya
masih banyak kekurangan, baik dalam penyajian materi maupun dalam penulisan,
untuk itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan, demi lebih baiknya karya yang selanjutnya.
Penulis berharap, mudah-mudahan
makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Wassalamualaikum, wr. wb
Garut, 10 April 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah................................................................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah...........................................................................................................................................
1
C.
Tujuan
Pembahasan........................................................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Keanekaragaman Hayati ............................................................................................................ 3
B.
Manfaat
dan Pengruh Kehidupan Manusia Terhadap Keanekaragaman
Hayati............................... 5
C. Faktor yang mempengaruhi keanekaragaman Hayati............................................................................... 6
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan...................................................................................................................................................... 10
B. Saran ………………………………………………………………………………………………10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 11
Saturday, October 27, 2018
Hukum Mengibas Kasur Sebelum Tidur
*JANGAN ANGGAP REMEH MENGIBAS DEBU DI KASUR*
Mengapa kita harus mengibas debu seprai kita ?.
Ini adalah apa yang kita akan ungkapkan dan di sinilah tantangan ilmiah dan kesimpulan oleh para ilmuwan Barat :
_*"Ketika seseorang tidur beberapa sel-sel mati dan jatuh ke spreinya. Dan setiap kali kita bangun ia akan akan tertinggal di belakang dan terakumulasi. Sel-sel mati ini tidak terlihat oleh mata telanjang dan hampir tidak dapat dihancurkan.*_
_*Ketika jumlah sel-sel mati meningkat, maka akan dengan mudah menembus kembali ke dalam tubuh yang menyebabkan penyakit serius.*_
Ini ilmuwan Barat mencoba untuk menghancurkan sel menggunakan berbagai disinfektan seperti dettol dan sejenisnya, tapi semua sia-sia. Sel-sel mati tidak pindah atau menghilang.
Salah satu ilmuwan mengatakan, ia mencoba mengibas debu 3 kali seperti dalam Hadist dan tercengang menemukan bahwa semua sel-sel mati menghilang !!.
Subhanallah...
Nabi Muhammad ï·º bersabda, _*"Barangsiapa pergi ke tempat tidur, ia harus mengibas debu di kasur tidurnya tiga kali, karena dia tidak tahu apa yang ditinggalkan."*_
Kebanyakan orang berpikir itu adalah cara menghilangkan serangga kecil, tetapi tidak tahu bahwa masalah ini jauh lebih besar dari itu.
Hal ini sangat menyedihkan, bila kita menemukan bahwa kebanyakan dari kita mengabaikan ajaran Nabi Muhammad ï·º.
Sebab itulah Rasulullah SAW mengajarkan untuk melakukan beberapa hal sebelum membaringkan tubuh di atas kasur. Di antara sunnah yang penting untuk dikerjakan ialah membersihkan atau mengibas kasur dengan lidi, kain, dan bisa juga peralatan lain.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam sebuah riwayat, _*"Apabila salah seorang diantara kalian hendak tidur, maka kibasilah tempat tidurnya dengan ujung sarungnya, karena sesungguhnya dia tidak tahu apa yang akan menimpa padanya.”*_
Lidi yang dikibaskan ke kasur tempat di mana kita akan tidur, akan mengusir segala bentuk gangguan yang kemungkinan menetap di atasnya. Semisal Jin yang menempati kasur-kasur itu, akan terusir dengan kibasan yang kita lakukan. Selain itu, bisa juga untuk menghindari adanya kotoran-kotoran lain.
Dalam Syarah Shahih Muslim diterangkan, bahwa seseorang hendaknya mengibaskan kasurnya sebelum tidur, baik dengan tangan, sapu lidi, kain sarung atau sejenisnya. Mengibas sebanyak tiga kali, sebagaimana tertuang dalam Fathul Barri. Tidak lupa pula membacakan Asma Allah SWT bersama kibasannya. Kalimat Bismillah menjadi yang penting, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah riwayat Imam Muslim. Bagi orang yang bangkit dari tidurnya dan kemudian kembali lagi, berdasar pada Hadist riwayat Tirmidzi, maka hendaknya ia kembali mengibas kasurnya lagi.
Mudah-mudahan dengan amalan yang sederhana ini, kita dapat terhindar dari tidur bersama dengan Jin dan Syaitan yang juga ikut berbaring di atas tempat tidur.
Silahkan di share ini dan biarkan seluruh dunia tahu bahwa apa pun perintah Allah SWT lewat baginda Nabi Muhammad SAW adalah untuk kepentingan dan kebaikan manusia.
Wallahu A'lam Bisshowab.
Friday, October 26, 2018
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN GERAK TAKSIS PADA CACING
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Diperkirakan sekitar 1.800 spesies cacing tanah
tersebar di seluruh dunia. Cacing Tanah (Lumbricucus
terestris) yang terdapat di Indonesia antara lain termasuk ke dalam familia
Enchytracidae, Moniligastridae, Octochaetidae, Glossoscolidiciae,
megascolecidae, danumbricidae sementara geera yang penuh ditemukan antara lain:
Enchytraeus, Frideria, Drawida,
Dichogaster, Pontoscolex, Pheretima, Megascolex, dll.
Dari sekian banyak genera tersebut, Pheretima
dan Pontoscolex merupakan genus yang paling umum ditemukan di Indonesia. Cacing
ini berasal dari asia Tenggara dan menyebar ke daerah tropis lain, subtropics
bahkan sampai ke daerah temperate mempunyai peran penting dalam proses
dekomposisi materi organic, dan bersama-sama dengan hewan tanah lainnya ikut
berperan dalam siklus biogeokimia.
Salah satu ciri dari makhluk hidup
yaitu peka terhadap rangsang, respon
makhluk hidup terhadap lingkungannya. Mampu merespon berbagai impuls
atau stimulus-stimulus yang ada disekitar lingkungannya. Lingkungan memberikan
segala sesuatu yang ada disekitar makhluk hidup dan saling berinteraksi.
Lingkungan sangat berperan penting bagi
semua makhluk hidup. Lingkungan meliputi lingkungan abiotik maupun lingkungan
biotik. Lingkungan abiotik itu sendiri terdiri dari suhu, cahaya matahari,
kelembapan, dan benda-benda mati lainnya yang tidak digunakan sebagai sumber
daya seperti batu, tanah sebagai tempat tinggal sedangkan lingkungan biotik
yaitu manusia, hewan dan tumbuhan (Pratiwi, 2007).
Hewan adalah organisme yang bersifat
motil, artinya dapat berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Gerakannya
disebabkan oleh rangsang-rangsang tertentu yang datang dari
lingkungannya.Jenis-jenis hewan pada umumnya dapat tinggal di suatu lingkungan
hidup yang sesuai dengan ciri-ciri kehidupannya. Jika hewan berjalan atau
berpindah ke tempat lain tidak mengalami perubahan bentuk, kecuali perubahan
sifat-sifat fisiologisnya. Faktor-faktor yang merangsang gerakan hewan adalah
makanan, air, cahaya, suhu, kelembaban, dan lain-lain. Beberapa hewan mampu
menempuh jarak tempuh itu dipengaruhi batas toleransinya untuk merespon perubahan lingkungannya (Melles, 2004).
Gerak pada makhluk hidup dapat
dipengaruhi karena adanya rangsang dari luar atau rangsang dari dalam. Salah
satu contoh gerak pada hewan yang dipengaruhi oleh rangsang dari luar dalam
arti berasal dari stimulus-stimulus makhluk hidup yang ada di lingkungannya
yaitu taksis. Taksis dapat dijumpai pada hewan-hewan invertebrata. Pada
hewan-hewan ivertebrata memiliki suatu reseptor yang peka terhadap rangsang
disekitarnya. Adapun rangsangan atau
stimulus-stimulus yang diterima hewan invertebrata baik itu dalam satu familii
atau ordo bahkan gerak yang diperlihatkan berbeda untuk setiap hewan karena ini dapat dipengaruhi lagi dari faktor
lingkungan dimana hewan tersebut berada fakktor lingkungan abiotik dapat
mempengaruhi seperti suhu, kelembapan dan
cahaya matahari (Melles, 2004).
Beberapa hewan dapat berpindah dengan menempuh jarak
berberapa meter dari tempatnya semula, dan ada juga hewan yang tidak mampu melakukan itu karena ada yang
mempengaruhi yaitu batas toleransi untuk merespon suatu perubahan lingkungan.
Berdasarkan uraian diatas, maka praktikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui
bagaimana respon yang diperlihatkan cacing tanah (Lumbricus terestis) terhadap stimuls yang diberikan.
B. Rumusan
Masalah
Bagaimana
gerak taksis pada cacing tanah berdasarkan jenis stimulus yang diberikan ?
C.
Batasan Masalah
Agar
penelitian ini dapat dilakukan lebih focus/ sempurna dan mendalam maka penulis
memandang permasalahn penelitian yang diangkat perlu dibatasi variabelnya. Oleh
sebab itu, penulis membatasi diri hanya berkaitan dengan gerak taksis pada
cacing tanah yang diberikan stimulus berupa rangsangan ekstrak hati ayam.
Cahaya dan humus. Serta ada juga tanpa pemberian stimulus yaitu sebagian
control yang berfungsi untu membandingkan antara yang diberi perlakuan dan yang
tidak diberi perlakuan.
D.
Tujuan penelitian
Tujuan
penelitian merupakan jawaban atau sasaran yang ingin dicapai penulis dalam
sebuah penelitian. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
gerak taksis pada cacing berdasarkan jenis stimulus yang diberikan.
E.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini diharap memberikan
manfaat yaitu dapat menambah wawasan mengenai teori-teori gerak taksis pada
cacing tanah berdasrkan jenis stimulus yang diberikan termasuk gerak taksis positif
atau gerak taksis negative.
F.
Hipotesis
Ho : Tidak terdapat perbedaan gerak taksis yang
dilakukan oleh cacing tanah (Lumbricus
terestris) antara yang diberikan
perlakuan secara berbeda/ antara yang diberikan stimulus dengan yang tidak
diberikan stimulus.
Hi
: Terdapat perbedaan gerak taksis yang dilakukan oleh cacing tanah (Lumbricus terestris) antara yang diberikan perlakuan secara
berbeda/ antara yang diberikan stimulus dengan yang tidak diberikan stimulus.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
a. Cacing
Tanah
Klasifikasi cacing
tanah
Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Class : Oligochaeta
Ordo : Terricolae
Famili : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus
terestris
Jenis-jenis Cacing
Tanah
Cacing
tanah oleh beberapa praktisi dikelompokan berdasarkan warnanya yaitu kelompok
merah dan kelompok abu-abu. Kelompok warna merah antara lain adalah Lumbricus
rubellus (the red woorm), L. terestris (the night crawler), Eisenia foetida
(the brandling worm), Dendroboena, Perethima dan Perionix. Sedangkan kelompok
abu-abu antara lain jenis Allobopora .Pada dasarnya cacing tanah adalah
organisme saprofit, bukanparasit dan
tidak butuh inang. Ia murni organisme penghancur sampah. Jenis cacing yang umum
dikembangkan di Indonesia adalah L. rubellus. Cacing ini berasal dari Eropa,
ditemukan di dataran tingi Lembang – Bandung oleh Ir. Bambang Sudiarto pada
tahun 1982. Dilihat dari morfologinya, cacing tersebut panjangnya antara 80 –
140 mm. Tubuhnya bersegmen-segmen dengan jumlah antara 85 – 140. Segmentasi
tersebut tidak terlihat jelas dengan mata telanjang. Yang terlihat jelas di
bagian tubuhnya adalah klitelum, terletak antara segmen 26/27 – 32. Klitelum
merupakan organ pembentukan telur. Warna bagian punggung (dorsal) adalah coklat
merah sampai keunguan. Sedangkan warna bagian bawah (ventral) adalah krem. Pada
bagian depan (anterior) terdapat mulut, tak bergigi. Pada bagian belakang
(posterior) terdapat anus.
b. Morgologi
cacing tanah
Morfologi Cacing Tanah (Lumbricus terrestris)
Cacing
tanah (Lumbricus terrestris)
merupakan Ordo Oligochaeta. Oligochaeta (dalam bahasa yunani, oligo = sedikit,
chaetae = rambut kaku) yang merupakan annelida berambut sedikit. Bagian luar
tubuh terdiri atas segmen-segmen yang jumlah dan lebarnya berbeda menurut
spesies, sedangkan cacing tanah memiliki segmen berjumlah 15 – 150 buah.
Bentuk tubuh Lumbricus
terrestris panjang, silindris dan pada ±2/3 bagian posteriornya memipih secara
dorsoventral, Tubuh bersegmen-segmen. Secara morfologis, hewan ini berwarna
merah sampai biru kehijauan pada sisi dorsal. Pada sisi ventral berwarna lebih
pucat, umumnya merah jambu atau atau kadang-kadang putih. Mulut terletak pada
bagian ujung anterior. Pada segmen 32 sampai 37 terdapat penebalan kulit yang
dikenal sebagai klitelium. Clitellum adalah batas bagian depan dengan bagian
belakang tubuh cacing. Fungsi dari clitellum adalah untuk memperbesar lubang
tanah. Selain itu, clitellum juga berkaitan dengan pembentukan cocoon atau
telur cacing. Bagian belakang cacing yang dekat dengan anus disebut periproct.
Periproct berfungsi sebagai organ pembuangan cast atau kotoran. Cacing juga
memiliki seta atau bulu-bulu kecil yang membantu pergerakan cacing dalam tanah.
Pada
setiap segmen terdapat 4 pasang setae, kecuali pada segmen pertama dan terakhir. Pada permukaan
tubuh cacing tanah terdapat lubang-lubang muara yang keluar dari berbagai organ
tubuh, yakni mulut, anus, lubang dari duktus spermatikus, lubang muara dari
oviduk, lubang muara dari reseptakulum seminis, pori dorsales, dan sepasang
nefridiofor pada tiap segmen
c. Ekologi
cacing tanag
Populasi
cacing tanah sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan dimana cacing
tanah itu berada. Lingkungan yang disebut disini adalah totalitas
kondisi-kondisi fisik, kimia, botik dan makanan yang secara bersama-sama dapat
mempengaruhi populasi cacing tanah (Satchell, 1967 dalam John, 2007).
Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap populasi
cacing tanah adalah: kelembaban, suhu, pH tanah, serta vegetasi yang terdapat
disana sebagai berikut:
a. Kelembaban
Kelembaban
sangat berpengaruh terhadap aktifitas pergerakan cacing tanah karena sebagian
tubuhnya terdiri atas air berkisar 75-90 % dari berat tubuhnya. Itulah sebabnya
usaha pencegahan kehilangan air merupakan masalah bagi cacing tanah. Meskipun
demikian cacing tanah masih mampu hidup dalam kondisi kelembaban yang kurang
menguntungkan dengan cara berpindah ketempat yang lebih sesuai atau pun diam.
Lumbricusterretris misalnya, dapat hidup walaupun kehilangan 70 % dari air
tubuhnya. Kekeringan yang lama dan berkelanjutan dapat menurunkan jumlah cacing
tanah. Cacing tanah menyukai kelembaban sekitar 12,5-17,2. Kelembaban yang
ideal untuk cacing tanah adalah antara 15%- 50%, namun kelembaban optimumnya
adalah antara 42%-60%. Kelembaban tanah yang terlalu tinggi atau terlalu basah
dapat menyebabkan cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati.
b. Suhu
Kehidupan
hewan tanah juga ikut ditentukan oleh suhu tanah. Suhu yang ekstrim tinggi atau
rendah dapat mematikan hewan tanah. Disamping itu suhu tanah pada umumnya juga
mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan metabolisme hewan tanah. Tiap spesies
hewan tanah memiliki kisaran suhu optimum .
Bahwa
aktivitas, metabolisme, respirasi serta reproduksi cacing tanah dipengaruhi
oleh temperatur tanah. Temperatur yang optimum di daerah sedang untuk produksi
cacing tanah adalah 16 oC, sedangkan temperatur yang optimal untuk untuk
pertumbuhan cacing tanah adalah 10-20 oC. Di daerah tropika, temperatur tanah
yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon berkisar antara
15-25 oC. Temperatur tanah di atas 25oC masih cocok untuk cacing tanah tetapi
harus diimbangi dengan kelembaban yang memadai.
Kesuburan
cacing tanah di suatu habitat sangat dipengaruhi oleh perbesaran suhu,
contohnya jumlah kokon yang dihasilkan oleh Allolobophora caliginosa dan
beberapa spesies Lumbricus jumlahnya bertambah 4 kali lipat ada kisaran suhu
6-16 oC. Kokon dari Allolobophora chlorotica menetas dalam waktu 36 hari pada
suhu 29 oC, 49 hari pada suhu 15 0C dan 112 hari pada suhu 10 oC bila tersedia
air yang cukup. Suhu yang ekstrim tinggi atau rendah dapat mematikan cacing
tanah. Suhu tanah pada umumnya dapa mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan
metabolisme. Tiap spesies cacing tanah memiliki kisaran suhu optimum tertentu,
contohnya L. Rubellus kisaran suhu optimumnya 15- 18 oC, L. Terrestris kurang
lebih 10 oC, sedangkan kondisi yang sesuai untuk aktivitas cacing tanah
dipermukaan tanah pada waktu malam hari ketika suhu tidak melebihi 10,5 oC
c. pH
Tingkat
keasaman tanah (pH) menentukan besarnya populasi cacing tanah. Cacing tanah
dapat berkembang dengan baik dengan pH netral, atau agak sedikit basah, pH yang
ideal adalah antara 6-7,2. Pada tanah-tanah hutan yang asam, keberadaan cacing
tanah digantikan oleh Enchytraeid yaitu cacing
berukuran kecil yang hanya berfungsi sebagai penghancur seresah.
Enchytraid adalah oligochaeta yang paling kecil berkisar antara 1 mm sampai
beberapa sentimeter saja.
Tanah
yang pH-nya asam dapat mengganggu pertumbuhan dan daya berkembang biak cacing
tanah, karena ketersediaan bahan organik dan unsur hara (pakan) cacing tanah
relatif terbatas. Di samping itu, tanah
dengan pH asam kurang mendukung percepatan proses pembusukan (farmentasi)
bahan-bahan organik. Oleh karena itu, tanah pertanian yang mendapatkan
perlakuan pengapuran sering banyak dihuni cacing tanah. Pengapuran berfungsi
menaikkan (meningkatkan) pH tanah
sampai mendekati pH netral.
d. Bahan
Organik
Distribusi
bahan organik dalam tanah berpengaruh terhadap cacing tanah, karena terkait
dengan sumber nutrisinya sehingga pada tanah miskin bahan organik hanya sedikit
jumlah cacing tanah yang dijumpai. Namun apabila cacing tanah sedikit,
sedangkan bahan organik segar banyak, pelapukkannya akan terhambat .
Kualitas
bahan organik (nisbah C/N, konsentrasi lignin dan polifenol) mempengaruhi
tinggi rendahnya populasi cacing tanah. Bahan organik yang memiliki kandungan N
dan P tinggi meningkatkan populasi cacing tanah. Bila bahan organik mengandung
polifenol terlalu tinggi, maka cacing tanah harus menunggu agak lama untuk
menyerangnya
Bahan
organik tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan populasi cacing
tanah karena bahan organik yang terdapat di tanah sangat diperlukan untuk
melanjutkan kehidupannya. Sumber utama materi organik tanah adalah serasah
tumbuhan dan tubuh hewan yang telah mati. Pada umumnya bahan organik ini banyak
jumlahnya pada tanah yang kelembabannya tinggi dibandingkan dengan yang rendah.
Bahan organik juga mempengaruhi sifat fisik- kimia tanah dan bahan organik itu
merupakan sumber pakan untuk menghasilkan energi dan senyawa pembentukan tubuh
cacing tanah.
e. Vegetasi
Jumlah dan distribusi
serasah mempengaruhi kepadatan populasi cacing tanah. Cacing tanah dapat menghancurkan
sejumlah besar serasah tahunan di lantai hutan. Jika tempat tersebut populasi
cacing tanah tinggi menunjukkan jenis serasah tersebut sangat disukai oleh
cacing tanah.
Tanah
dengan vegetasi dasarnya rapat, cacing tanah akan banyak ditemukan, karena
fisik tanah lebih baik dan sumber makanan yang banyak dijumpahi berupa seresah.
faktor makanan, baik jenis maupun kuantitas vegetasi yang tersedia di suatu
habitat sangat menentukan keanekaragaman spesies dan kerapatan populasi cacing
tanah di habitat tersebut. Pada umumnyacacing tanah lebih menyenangi yang
berbentuk jarum. Selanjutnya dijelaskan bahwa cacing tanah lebih menyenangi
daun yang tidak mengandung tanin.
Cacing tanah termasuk salah saatu hewan yang hidup di dalam/
permukaan tanah. Kelompok mesofauna ini dikenal terdistribusi secara luas,
asalkan tempat tersebut cukup lembab dan iklimnya tidak terlalu dingin.
Populasi cacing tanah dipengaruhi oleh berbagai factor lingkungan, diantaranya
sifat fisikomia dan jenis vegetasi yang ada di prermukaan tanah. Dua hal inilah
yang umumnya sangat menentukan pola sebaran cacing.
Cacing diketahui sebagai hewan yang sangat sensitive terhadap stimulus mekanik seperti halnya stimulus
kimiawi. Stimulus tersebut ditangkap oleh elemen penerima rangsang yang terdiri
dari kelompok sel-sel sensoris/reseptor yang terdapat dipermukaan tubuhnya
Cacing tanah ini memiliki lapisan otot di bawah kulit yang cukup
tebal yang diperlukannya untuk bergerak pindah. Pemanjangan dan kontraksi tubuhnya selama bergerak dihasilkan oleh dua
lapisan otot pada dnding tubuhnya tersebut.
Hewan sebagai komponen biotic
dari ekosistem mempunyai karakteristik yang khas. Struktur tubuh yang sangat
lentur khususnya pada hewan invertebrate memungkinkan hewan ini memiliki
kemampuan mobilitas yang cukup tinggi. Dengan daya mobilitas yang tinggi, hewan
tersebut dapat bergerak bebas sesuai dengan kemampuan dan nalurinya, apakah
untuk mencari makan, menghindari dari predator, menjauhi keadaan lingkungan
yang kurang menguntungkan, mencari pasangan untuk kawin dan lain sebagainya.
Taksis dapat diartikan
sebagai pergerakan suatu organism sebagai respon terhadap adanya stimulus
eksternal yang mengenainya secara langsung. Pergerakan organism ini dapat
berlangsung ke arah stimulus (respon positif); berupa respon menjauhi arah
stimulus (respon negative) maupun bergerak kea rah tertentu dengan sudut
tertentu dari stimulus mengemukakan bahwa taksis merupakan arah dari orientasi-orientasi
dan gerakan-gerakan (positif dan negative) sesuai dengan rangsangan-rangsangan
alam. Kikkawa (1971) menyebutkan bahwa perubahan orientasi tubuh suatu organism
sebagai reaksi terhadap stimulus dan mempeertahankan posisinya sebelum
melakukan pergerakan disebut respon taksis.
Dengan demikian bias
dikatakan bahwa perilaaku taksis selalu di dahului oleh suatu bentuk respon
taksis dan dilanjutkan dengan suatu pergerakan menuju atau menjauhi atau ke
arah tertentu dari stimulus yang diterima oleh suatu organisme.
Berdasarkan jenis dari
stimulus yang diterima oleh suatu organism daapat dibedakan menjadi:
a.
Fototaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa cahaya.
b.
Kemotaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh stimulus berupa zat kimia.
c.
Aerotakssis
adalaah jenis taksis yang disebabkan oleh aadanya stimulus berupa kadar O2 di
udara.
d.
Geotaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa gaya gravitasi
bumi.
e.
Rhoeotaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa daya tahan
f.
Thermotaaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa panas.
g.
Tigmotaksis
adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa sentuhan.
h.
Galvanotaksis
adalah Hewan sebagai komponen biotic dari ekosistem mempunyai karakteristik
yang khas. Struktur tubuh yang sangat lentur khususnya pada hewan invertebrate
memungkinkan hewan ini memiliki kemampuan mobilitas yang cukup tinggi. Dengan
daya mobilitas yang tinggi, hewan tersebut dapat bergerak bebas sesuai dengan
kemampuan dan nalurinya, apakah untuk mencari makan, menghindari dari predator,
menjauhi keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan, mencari pasangan untuk
kawin dan lain sebagainya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi
yang digunakan dalam praktikum ini adalah seluruh cacing tanah (Lumbricus terestis) yang diambil di
alam.
2.
Sampel
Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 cacing tanah (Lumbricus terestis)
B.
Waktu
dan Tempat
Kegiatan penelitian untuk
mengetahui gerak taksis pada cacing tanah berdasarkan jenis stimulus yang
diberikan dilaksanakan pada hari sabtu, tanggal 24 Maret yang bertempat di
Labolatorium Biologi Fakultas Ilmu Terpan dan Sains, Institut Pendidikan
Indonesia (IPI) Garut.
C.
Alat dan Bahan
a.
Alat
Alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
No
|
Nama Alat
|
Gambar
|
Fungsi
|
1.
|
Gelas kimia 1000 ml
|
Untuk dijadikan tempat
pemberian perlakuan
|
|
2.
|
Gelas kimia 50 ml
|
Untuk menyimpan ekstrak
hati ayam
|
|
3.
|
Gelas ukur 50 ml
|
Untuk mengukur akuades
|
|
4.
|
Gunting
|
Untuk memotong kertas
karton
|
|
5.
|
Corong
|
Untuk memasukan ekstrak
hati ayam kedalam gelas kimia
|
|
6.
|
Kertas karton hitam
|
Untuk membungkus gelas
kimia 1000 ml dan pertidisc
|
|
7.
|
Alumunium foil
|
Untuk membungkus kertas
karton
|
|
8.
|
Kertas saring
|
Untuk menyaring ekstrak
hati ayam
|
|
9.
|
Lumpang dan alu
|
Untuk menghancurkan hati
ayam
|
|
10.
|
Pertidisc besar
|
Untuk menutup gelas kimia
|
|
11.
|
Selotip
|
Untuk menempelkan kertas
karton kedalam gelas kimia 1000 ml dan pertidisc
|
|
12.
|
Penggaris
|
Untuk mengukur kertas
karton
|
|
13.
|
Kertas label
|
||
14.
|
ATK
|
Untuk menulis data hasil pengamatan
|
b. Bahan
Bahan
yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
No.
|
Nama Bahan
|
Gambar
|
Fungsi
|
1.
|
Tanah
dari kedalaman kurang lebih 30-50 cm (berwarna kuning kecoklatan) sebanyak 50
kg
|
Sebagai
tempat cacing tanah untuk hidup
|
|
2.
|
Ekstrak
tanah humus (warna hitam) 1 kg sebanyak 50 ml
|
Sebagai
tempat cacing tanah untuk hidup
|
|
3.
|
Ekstrak
hati ayam segar 2 buah sebanyak 50 ml
|
Sebagai
makanan cacing tanah
|
|
4.
|
Cacing tanah sebanyak 65
ekor
|
Sebagai
organisme yang di uji
|
|
5.
|
Aquades sebanyak 50 ml
|
Untuk
membasahi tanah pada perlakuan ekstrak hati ayam
|
D.
Metode
Penelitian
1. Gelas
kimia Kontrol
2. Gelas
Kimia Perlakuan
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Perlakuan
|
Ke-
1
|
Ke
2
|
Ke
3
|
Kel
4
|
Kel
5
|
Kel
6
|
Kel
7
|
Kel
8
|
Kel
9
|
Ke
10
|
Rata
rata
|
|
kontrol
|
Atas
|
6
|
5
|
|||||||||
Tengah
|
2
|
3
|
||||||||||
Bawah
|
2
|
2
|
||||||||||
Ekstrak
hati ayam
|
+
|
1
|
9
|
3
|
2
|
3
|
6
|
4
|
2
|
3
|
2
|
3.5
|
4
|
||||||||||||
-
|
9
|
1
|
7
|
8
|
7
|
4
|
6
|
8
|
7
|
8
|
6.5
|
|
7
|
||||||||||||
Humus
|
+
|
5
|
5
|
4
|
4
|
2
|
9
|
9
|
6
|
9
|
6
|
5.9
|
6
|
||||||||||||
-
|
5
|
5
|
6
|
6
|
8
|
1
|
1
|
4
|
1
|
4
|
4.1
|
|
5
|
||||||||||||
Cahaya
|
+
|
0
|
3
|
1
|
3
|
7
|
4
|
2
|
6
|
4
|
1
|
3.7
|
4
|
||||||||||||
-
|
10
|
7
|
9
|
7
|
3
|
6
|
8
|
4
|
6
|
9
|
6.9
|
|
7
|
Keterangan : - = Diberi
perlakuan
+= Tidak diberi perlakuan
Rata-Rata:
Baris pertama= Nilai awal
Baris
kedua = Nilai yang dibulatkan
B. Pembahasan
Pada praktikum kali
ini mengenai kegiatan pengamatan Gerak Taksis pada Cacing Tanah. Adapun pada
pengamatan ini terdiri atas beberapa perlakuan yaitu:
1.
Perlakuan Kontrol
2.
Perlakuan Ekstrak Hati Ayam
3.
Perlakuan Humus
4.
Perlakuan Cahaya
Berdasarkan keempat
perlakuan yang telah dilakukan pada percobaan dengan menggunakan cacing tanah
untuk diamati gerak taksisnya apakah gerak taksis positif dan gerak taksis
negatif. Adapun gerak taksis itu sendiri adalah gerakan suatu organisme sebagai
respon terhadap adanya stimulus eksternal yang mengenainya secara langsung.
Gerak taksis dibagi menjadi dua yaitu gerak taksis positif dan gerak taksis
negatif. Gerak taksis positif adalah gerakan yang mendekati rangsangan
sedangkan gerak taksis negative adalah gerakan yang menjauhi rangsangan.
Skema:
Gerak Taksis Positif
Gerak
Taksis Negatif
1.
Pada
Perlakuan Kontrol
Pada perlakuan control tanpa memberikan perlakuan apapun diperoleh
hasil yaitu Untuk kelas A pada lapisan atas terdiri dari 6 cacing tanah, pada
lapisan tengah terdiri dari 2 cacing tanah dan pada lapisan bawah terdiri dari
2 cacing tanah. Sedangkan untuk kelas B pada lapisan atas terdiri atas 5 ekor
cacing tanah, lapisan tengah terdiri atas 3 ekor cacing tanah, dan lapisan
bawah terdiri dari 2 ekor cacing tanah. Dari kedua perlakuan control tersebut
didapatkan bahwa cacing tanah baik pada perlakuan control kelas A maupun kelas
B sama hasilnya yaitu cacing tanah lebih banyak di permukaan sedangkan yang
paling sedikit terdapat di lapisan bawah.
2.
Pada
Perlakuan Ekstrak Hati Ayam
·
Untuk
kelompok 1 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 1 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 9 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 2 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 9 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 1 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 3 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 3 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 7 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 4 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 2 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 8 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 5 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 3 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 7 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 6 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 6 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian rangsangan ekstrak
hati ayam didapatkan 4 ekor cacing
tanah.
·
Untuk
kelompok 7 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 4 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian rangsangan ekstrak
hati ayam didapatkan 6 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 8 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 2 ekor cacing tanah sedangkan
tanpa pemberian rangsangan ekstrak hati ayam didapatkan 8 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 9 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 3 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian rangsangan ekstrak
hati ayam didapatkan 7 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 10 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan ekstrak hati ayam
didapatkan 2 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian rangsangan ekstrak
hati ayam didapatkan 8 ekor cacing tanah.
3.
Pada
Perlakuan Humus
·
Untuk
kelompok 1 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 5
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 5 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 2 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 5
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 5 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 3 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 4
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 6 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 4 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 4
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 6 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 5 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 2
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 8 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 6 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 9
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 1 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 7 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 9
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 1 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 8 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 6
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 4 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 9 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 9
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 1 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 10 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa humus didapatkan
6 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa humus didapatkan 4 ekor cacing tanah
4.
Pada
Perlakuan Cahaya
·
Untuk kelompok
1 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 0
ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 10 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 2 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
3 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 7 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 3 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
1 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 9 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 4 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
3 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 7 ekor cacing tanah
·
Untuk
kelompok 5 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
7 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 3 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 6 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
4 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 6 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 7 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya
didapatkan 2 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian
rangsangan berupa cahaya didapatkan 8 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 8 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
6 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 4 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 9 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya
didapatkan 4 ekor cacing tanah sedangkan tanpa pemberian
rangsangan berupa cahaya didapatkan 6 ekor cacing tanah.
·
Untuk
kelompok 10 pada perlakuan dengan pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan
1 ekor cacing tanah sedangkan tanpa
pemberian rangsangan berupa cahaya didapatkan 9 ekor cacing tanah.
Perlakuan yang pertama merupakan perlakuan control sebagai
pembanding dari perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan ini tidak ada cacing
yang berpindah tempat. Hal ini terjadi karena tidak adanya stimulus yang
merangsang cacing untuk berpindah tempat.
Pada perlakuan kedua berupa
rangsangan (stimulus) berupa ekstrak hati ayam yaitu cacing tanah yang diberi ekstrak hati ayam menunjukan bahwa
cacing tanah yang bergerak ke arah rangsangan tersebut yang banyak hanya
terdapat pada kelompok 2 dan 6 sedangkan kelompok lain yang terdiri atas
kelompok 1,3,4,5,7,8,9, dan 10 lebih banyak cacing tanahnya terdapat di tanah
yang tanpa pemberian rangsangan (stimulus) ekstrak hati ayam adapun
penambahannya hanya pemberian aquades saja untuk menyeimbangkan kandungan air
di dalam tanah. Padahal seharusnya cacing tanah tersebut harus bergerak kearah
rangsangan ekstrak hati ayam, hal ini
terjadi karena di dalam ekstrak hati ayam kaya sekali akan nutrisi yang
merupakan sumber makanan bagi cacing tanah sehingga cacing tanah akan cenderung
untuk mendekati makanan. Jadi dari hasil pengamatan semua kelompok didapatkan
perbanding untuk kelompok 2 dan 6 lebih banyak terjadi taksis positif artinya
cacing tanah mendekati rangsangan (stimulus) berupa ekstrak hati ayam,
sedangkan untuk kelompok 1,3,4 dan 5 lebih banyak terjadi taksis negatif
artinya cacing tanah menjauhi rangsangan (stimulus) berupa ekstrak hati ayam.
Rata-Rata cacing tanah yang didapatkan
dari perlakuan stimulus berupa ekstrak hati ayam adalah sebanyak 4 ekor cacing
tanah sedangkan rata-rata cacing tanah
yang didapatkan dari yang tidak
diberikan perlakuan stimulus adalah sebanyak 7 cacing. Jadi Cacing Tanah yang
lebih banyak terdapat pada yang tidak diberikan perlakuan stimulus. Berarti
rata-rata terjadi taksis negatif artinya cacing menjauhi rangsangan.
Pada perlakuan ketiga berupa rangsangan (stimulus) berupa
humus yaitu cacing tanah yang diberi
humus menunjukkan bahwa cacing tanah yang bergerak ke arah rangsangan
(stimulus) dan tanpa rangsangan (stimulus) terdapat yang seimbang yaitu pada
kelompok 2,6,7,8,9,dan 10 sedangkan kelompok yang lain yang terdiri atas
kelompok 1,3, 4, dan 5 lebih banyak cacing tanahnya terdapat di tanah yang
tanpa pemberian rangsangan (stimulus) berupa humus. Dengan adanya stimulus
ekstrak humus seharusnya cacing akan berpindah ke tempat yang kaya n akan humus
sebagai habitat yang sangat cocok untuk cacing namun hal ini tidak sesuai
dengan apa yang ada di teori. Ini disebabkan karena kesalahan dalam menjalankan
prosedur. Artinya pada kelompok 2 seimbang ada yang terjadi gerak taksis
positif dan ada yang terjadi gerak taksis negatif. Rata-Rata cacing tanah yang didapatkan dari perlakuan stimulus
berupa humus adalah sebanyak 6 ekor
cacing tanah sedangkan rata-rata cacing
tanah yang didapatkan dari yang tidak
diberikan perlakuan stimulus adalah sebanyak 5 cacing. Jadi Cacing Tanah yang
lebih banyak terdapat pada yang diberikan perlakuan stimulus berupa humus. Berarti
rata-rata terjadi taksis positif artinya cacing \mendekati rangsangan.
Pada perlakuan keempat berupa rangsangan (stimulus) berupa cahaya
yaitu cacing tanah yang diberi perlakuan rangsangan (stimulus) cahaya
menunjukkan bahwa cacing tanah yang lebih banyak terdapat pada perlakuan tanah
tanpa cahaya. Cacing tanah tidak suka cahaya karena cacing tanah memiliki kulit
yang sangat sensitif terhadap cahaya matahari langsung karena itu cacing tanah
selalu mencari tempat yang gelap. Jika terkena cahaya langsung maka akan
menyebabkan kulitnya kering. Jika kulit Cacing Tanah mengering, ia akan mati
lemas. Cacing Tanah bersifat Fototaksis negatif artinya cacing tanah selalu
menghindar kalau ada cahaya, bersembunyi di dalam tanah. Respon yang terjadi
pada cacing tanah setelah diberi rangsangan cahaya yaitu negatif. Karena
masing-masing cacing tanah bergerak menjauhi cahaya dan menuju ke zona gelap.
Orientasi negatif cacing tanah menunjukkan bahwa cacing tanah yang terkena
cahaya menerima energi panas secara langsung. Hal ini akan menyebabkan cacing
tanah bergerak menjauhi cahaya, dalam hal ini cacing tanah menyukai tempat yang
lembab dan terlindung dari cahaya. Rata-Rata cacing tanah yang didapatkan dari perlakuan stimulus
berupa humus adalah sebanyak 4 ekor
cacing tanah sedangkan rata-rata cacing
tanah yang didapatkan dari yang tidak
diberikan perlakuan stimulus adalah sebanyak 7 cacing. Jadi Cacing Tanah yang
lebih banyak terdapat pada yang tidak diberikan perlakuan stimulus berupa
humus. Berarti rata-rata terjadi taksis negatif artinya cacing menjauhi
rangsangan.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan
empat perlakuan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan gerak taksis yang dilakukan oleh cacing tanah (Lumbricus terestris) antara yang diberikan perlakuan secara
berbeda/ antara yang diberikan stimulus dengan yang tidak diberikan
stimulus.Adapun hasilnya sebagai berikut:
1. Perlakuan pertama kontrol cacing yang paling
banyak terdapat di bagian lapisan atas (lapisan permukaan) tanah baik yang
control pertama maupun control kedua.
2. Pada
perlakuan berupa stimulus ekstrak hati ayam cacing tanah lebih banyak pada yang
tidak di beri perlkuan stimulus berupa ekstrak hati ayam. Hal ini berarti
terjadi grakan taksis negatif, artinya cacing tanah menjauhi rangsangan.
3. Pada
perlakuan ke dua cacing tanah lebih banyak pada yang diberi perlakuan stimulus
berupa stimulus. Hal ini berarti terjadi grakan taksis positif, artinya cacing
tanah mendekati rangsangan.
4. Pada
perlakuan ke tiga cacing tanah lebih banyak pada yang tidak diberi perlakuan
stimulus cahaya. Hal ini berarti terjadi gerakan taksis negatif, artinya cacing
tanah menjauhi rangsangan (stimulus)
B.
Saran
Pada praktikum selanjutnya
diharapkan pada setiap objek percobaan dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dan
memahami materi tentang objek yang akan dipraktikumkan sebelumnya. Serta untuk praktikum selanjutnya
lebih diperbanyak jenis stimulus yang diberikan yaitu diantaranya stimulus
berupa listrik, suhu, feromon,dan lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Amelia.
2018. Gerak Taksis Pada Cacing Tanah.
Alamat Website:
https://www.scribd.com/doc/296781002/Gerakan-Taksis-Pada-Cacing-Tanah. Tanggal
Akses : 30 Marae 2018
Amelia
Putri. 2018. Gerak Taksis Pada Cacing
Tanah. Alamat Website: https://www.scribd.com/document/362074285/Gerak-Taksis-Pada-Cacing-Tanah.
Tanggal Akses : 30 Marae 2018
Iska
widia. 2018. Taksis. Alamat Website: https://www.scribd.com/doc/57193601/TAKSIS.
Tanggal Akses : 30 Maret 2018
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Menumbuk hati ayam
|
Hati ayam yang sudah halus ditambah aquades
|
Menyaring larutan hati ayam
|
Membungkus sekat agar lebih tegak
|
Mencampur tanah miskin dengan tanah humus
|
Gelas kimia dengan perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+cahaya
|
Penampakan atas perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+cahaya
|
Gelas kimia dengan perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+ekstrak hati ayam
|
Penampakan atas perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+ekstrak hati ayam
|
Gelas kimia dengan perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+tanah humus
|
Penampakan atas perlakuan tanah miskin dan
tanah miskin+tanah humus
|
Cacing yang sudah dimasukan ke dalam gelas
kimia yang sudah diberi perlakuan
|
Perhitungan cacing di setiap perlakuan
setelah didiamkan setelah 2 jam
|
Cacing setelah dikeluarkan dari perlakuan
tanah miskin dan tanah miskin+ekstrak hati ayam
|
Cacing setelah dikeluarkan dari perlakuan
tanah miskin dan tanah miskin+cahaya
|
Cacing setelah dikeluarkan dari perlakuan
tanah miskin dan tanah miskin+tanah humus
|
Baca Postingan Lainnya
LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM SARAF REFLEKSI NORMAL DAN SPINAL PADA KATAK
<script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script> <script> (adsby...